Dila meradang, wanita itu mengiriminya sebuah pesan di WhatsApp. Singkat namun memancing bara di hati Dila.
'Suamimu pesan lipstik loh'
Yang terpikirkan di kepala Dila, untuk siapa suaminya beli lipstik. Kalau untuk dirinya, pastilah Dila tahu, karena suaminya pasti memberi tahu. Suaminya bukan tipe laki laki yang suka memberi kejutan.
Yang terpikirkan di kepala Dila, untuk siapa suaminya beli lipstik. Kalau untuk dirinya, pastilah Dila tahu, karena suaminya pasti memberi tahu. Suaminya bukan tipe laki laki yang suka memberi kejutan.
'Masa sih? Untuk siapa ya?'
Balas Dila. Pikirannya mulai mengembara. Siapa wanita itu? Yang beruntung itu.
Balas Dila. Pikirannya mulai mengembara. Siapa wanita itu? Yang beruntung itu.
'Untuk kamu lah, Dil. Untuk siapa lagi coba?'
Balas wanita itu. Wanita yang bagi Dila adalah seorang sahabat.
Balas wanita itu. Wanita yang bagi Dila adalah seorang sahabat.
'Tidak, bukan untukku. Suamiku tidak pernah cerita soal lipstik itu.'
Dila membalas cepat. Rasa penasarannya mulai terpancing.
Dila membalas cepat. Rasa penasarannya mulai terpancing.
'Mana mungkin bukan, pastilah untukmu.'
Wanita itu mencoba meyakinkan Dila.
Wanita itu mencoba meyakinkan Dila.
'Mungkin untuk Ibunya, mertuaku. Atau saudaranya yang nitip dipesankan ke kamu.'
Balas Dila lagi. Suasana hatinya benar benar tidak enak. Keruh.
Balas Dila lagi. Suasana hatinya benar benar tidak enak. Keruh.
Di sampingnya si kecil yang tengah lelap tertidur mulai terganggu, mungkin sadar dengan perubahan hati ibunya.
'Ya ampun Dil, suamimu bilang lipstik itu untukmu! Sebenarnya dia larang aku buat bilang, katanya kejutan, hadiah buat istrinya pasca melahirkan.'
Sahabat Dila, si wanita penjual lipstik mulai sewot. Dia heran dengan temannya, Dila, yang curigaan.
Sahabat Dila, si wanita penjual lipstik mulai sewot. Dia heran dengan temannya, Dila, yang curigaan.
'Tidak mungkin, pasti suamiku cerita kalau ...'
Dila lagi lagi tak percaya.
Dila lagi lagi tak percaya.
'Terserah deh, Dil. Kali emang buat perempuan lain!!!'
Sahabat Dila mulai jengkel juga. Heran dia sama sahabatnya, sudah dijelasin baik baik masih juga curiga.
'Nyesel aku cerita ke kamu, Dil!'
Lanjut pesan wanita itu sekaligus mengakhiri percakapan mereka lewat WA.
.
.
.
Malam makin larut, wajah Dila kusut, sekusut cucian yang belum dia rapikan.
Suaminya yang sedari tadi bertanya mengapa wajahnya mayun, diabaikan begitu saja. Malah, setelah menidurkan si kecil, Dila memilih ikutan tidur.
Sahabat Dila mulai jengkel juga. Heran dia sama sahabatnya, sudah dijelasin baik baik masih juga curiga.
'Nyesel aku cerita ke kamu, Dil!'
Lanjut pesan wanita itu sekaligus mengakhiri percakapan mereka lewat WA.
.
.
.
Malam makin larut, wajah Dila kusut, sekusut cucian yang belum dia rapikan.
Suaminya yang sedari tadi bertanya mengapa wajahnya mayun, diabaikan begitu saja. Malah, setelah menidurkan si kecil, Dila memilih ikutan tidur.
Beruntung suaminya sudah sangat paham tabiat istrinya tersebut.
"Sayang, kenapa? Aku ada salah?" Bisik sang suami di telinga istrinya. Namun yang ditanya hanya diam, menggeleng pun tidak.
"Sayang, kenapa? Aku ada salah?" Bisik sang suami di telinga istrinya. Namun yang ditanya hanya diam, menggeleng pun tidak.
"Sayang, cerita dong, ada apa? Aku ada salah lagi ya?"
Dila diam.
"Sini deh,"
Bilal mendudukkan istrinya dengan sedikit memaksa. Dia paling tidak tahan dengan diamnya sang istri. Bahaya.
"Tolong cerita, Sayang. Ada apa, hmm?"
Dila luluh akhirnya. Lalu mengalirkan cerita perihal lipstik pesanan sang suami.
"Ya ampun Sayang, untuk siapa lagi kalau bukan untuk kamu?"
"Kali..."
"Tuh kan, curigaan lagi. Rencananya untuk hadiah kejutan Sayang, bukan untuk siapa siapa."
"Tapi kan kamu tidak pernah cerita."
"Kalau aku cerita, bukan kejutan lagi dong," senyum sang suami menenangkan Dila.
"Tapi kan..."
"Sstttt! Sudah sudah, besok teman kamu mau ke sini, bawa lipstiknya."
Bilal merangkul istrinya mesra. Dila pun akhirnya luluh.
.
.
.
"Nih lipstiknya, masih mau curiga?"
Wanita itu, si penjual lipstik menyerahkan lipstik pesanan suami Dila.
Dila sendiri kehabisan kata kata, hanya bisa tersenyum malu. Sifat cemburunya masih juga menghantui. Namun, suaminya, Bilal, juga terus meyakinkannya, kalau hanya Dila yang ada di hatinya dan dia siap membuktikannya. Dari hal hal kecil sampai besar, semisal kejutan lipstik itu.
Demikian seutas tinta.
Dila diam.
"Sini deh,"
Bilal mendudukkan istrinya dengan sedikit memaksa. Dia paling tidak tahan dengan diamnya sang istri. Bahaya.
"Tolong cerita, Sayang. Ada apa, hmm?"
Dila luluh akhirnya. Lalu mengalirkan cerita perihal lipstik pesanan sang suami.
"Ya ampun Sayang, untuk siapa lagi kalau bukan untuk kamu?"
"Kali..."
"Tuh kan, curigaan lagi. Rencananya untuk hadiah kejutan Sayang, bukan untuk siapa siapa."
"Tapi kan kamu tidak pernah cerita."
"Kalau aku cerita, bukan kejutan lagi dong," senyum sang suami menenangkan Dila.
"Tapi kan..."
"Sstttt! Sudah sudah, besok teman kamu mau ke sini, bawa lipstiknya."
Bilal merangkul istrinya mesra. Dila pun akhirnya luluh.
.
.
.
"Nih lipstiknya, masih mau curiga?"
Wanita itu, si penjual lipstik menyerahkan lipstik pesanan suami Dila.
Dila sendiri kehabisan kata kata, hanya bisa tersenyum malu. Sifat cemburunya masih juga menghantui. Namun, suaminya, Bilal, juga terus meyakinkannya, kalau hanya Dila yang ada di hatinya dan dia siap membuktikannya. Dari hal hal kecil sampai besar, semisal kejutan lipstik itu.
Demikian seutas tinta.
Madata, 13 Ramadhan 1440H
#Day13
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
Sumber gambar: @beytal_4
#Day13
#OneDayOnePost30HRDC
#WritingChallenge30HRDC
#30HariRamadhanDalamCerita
#bianglalahijrah
Sumber gambar: @beytal_4
Susah banget ingin berprasangka baik apabila telah dibumbui kecemburuan. Iblis berpesta pora mengipasi bara di dalam hati agar petaka menghancurkan rumah tangga.
BalasHapusAku ini ngomen apa, ya?
Iya mba, apa lagi aku emang cemburunya lumayan besar. Makin ke sini makin nahan diri. Biar ngga cemburu berlebihan.
Hapus