Aku
tidak tahu berkisah tentang detail kota yang menjadi kotaku. Belum begitu banyak
informasi darinya yang aku tahu. Namun begitu, ada sepenggal kisah yang ingin
kuperkenakan. Mungkin sedikit, tapi masih tentang kota di mana aku lahir. Aku bisa memulainya dari perkampungan kecil. Kampungku : Madatah.
Karena
terlahir sebagai anak pertama yang secara otomatis harus menjadi contoh bagi 4
adikku yang lian juga menjadi kebanggaan orang tua maka aku pun di kirim ke
sebuah pesantren yang letaknya jauh dari kampung kecilku. Bukan keinginanku
pada awalnya namun kata bapak, “Nak, bapak dan ibu ingin semua anak kami itu
mengenyam sekolah di pesantren.”
Alasan
bapak dan ibu sangat klise: di pesantren itu lebih terjaga. Polusinya sedikit. Itulah
yang dikatakan bapak. Sebagai anak yang patuh tentulah aku terima.
Maka
perpisahan pun tercipta. Aku mulai
terbiasa jauh dari orang-orang yang aku sayangi. Berwal dari situ pula
saat-saat pulang adalah sesuatu yang sangat kunikmati. Jika dulunya tak ada
sajian-sajian makanan yang spesial maka saat liburan di rumahku akan tersaji
makanan-makanan khas nenek. Sebut saja kadonten
sebagai contohnya. Makanan yang berbahan dasar
nangka muda itu tersaji nikmat terlebih saat ada kulit sapi yang sudah diolah
sedemikian rupa bersama nangka tersebut. Bersama hidangan lain yang memang
kebanyakan adanya di kampung tersebut terasa nikmat luar biasa. Dan sampai
sekarang (aku sudah kuliah) saat pulang kampung nikmatnya kadonten akan terasa.
Lain
dulu tak pernah terasa perubahannya sampai sekarang. Kebiasaan pulang kampung
masih terus berlangsung. Jika dulu aku jauh dari orang tua karena sekolah SMP
sampai SMA di kota Enrekang maka sekarang saat kuliah tempatnya lebih jauh
lagi. Makassar jadi tempat berlabuhku selanjutnya. Menjadi salah satu mahasiswi
PGSD di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Karena
jarak kota Daeng ini dan kampungku sudah terbilang jauh maka aktivitas pulang
kampung pun makin berkurang. Tentu saja hal itu pun berimbas pada kepulanganku.
Saat pulang semua yang diinginkan (kalau pulkam aku suka minta dimasakin
masakan kampung) dibuatkan. Belum lagi saat kembali ke kota. Nah oleh-oleh khas
Enrekang pun tak ketinggalan.
Selanjutnya
makanan ringan yang tak boleh tuk dilewatkan adalah Deppa Te’tekan (kayaknya di sebut kue merah juga deh). Nah, makanan
yang satu ini adalah makanan jenis kue yang terbuat dari bahan yang sangat
sederhana. Pun sederhana, dalam pembuatan Deppa
Te’tekan keahlian sangat diperlukan (kalau setahuku ngga sebarang orang
bisa membuatnya, mungkin bisa di buat tapi tak seenak jika sang ahli yang
menjamahnya). Kue yang terbuat dari tepung, gula merah, air, dan wijen tersebut
menjadi salah satu makanan khas di Enrekang.
Selanjutnya
tentang objek wisata kota Enrekang. Ada banyak sih objek wisata yang tak boleh
tuk dilewatkan. Tapi beberapa yang pernah aku datangi dan sering aku lewati
adalah Buttu Kabobong (Gunung Nona). Gunung yang letaknya sangat mudah tuk
ditemukan dan dilihat keindahannya sebab dapat di saksikan dari pinggir jalan
saat menuju ke Kota Enrekang.
Obejek
selanjutnya yaitu Pemandian Alam Lewaja. Selain menyediakan kolam buatan, ada
pula kolam alam yang tersedia. Ditambah dengan air terjunnya menambah indah
pemandangannya. Tinggal menceburkan diri ke dalam pemandian tersebut maka akan
terasa segarnya air yang menggigit kulit kita.
Pemakaman
Di Tebing Tontonan ini sangatlah mudah tuk di lihat. Aku peribadi selalu
menyaksikan keindahan dan keanehannya saat pulang kampung. Tak hanya itu tebing
yang menjulang tinggi itu pun menjadi tantangan tersendiri bagi para pendaki
untuk menaklukannya. Masih banyak objek wisata lain yang ada di Kota Enrekang
seperti Bone-Bone yang merupakan perkampungan bebas dari asap rokok, Lo’ko
Malillin, Buntu Latimojong, dan lain-lain.
Itulah
yang terjamah banyak manusia. Padahal sebenarnya ada banyak makanan nikmat yang
tak boleh di lewatkan terlebih jika dijadikan oleh-oleh. Tidak sedikit panorama
alam yang tak tertangkap keindahannya. Jika kita mau lebih membuka mata, maka
lihatlah suggun ciptaan Allah tak main-main, sangat indah dan mempesona mata. Hingga
kadang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Nb:
sangat terbatas, dariku.
Nahlatul
Azhar
Makassar,
19/4/2013
Pamerin gunung di belakang sana :)
Gunung di bealakang kalau di perhatikan mirip orang tidur loh (rada ngeri sih)
"Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, pada minggu kedua."
"Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, pada minggu kedua."
wah kak saya juga orang enrekang hihii. Salam kenal. Kalo lauknya cuma dangke saya sudah bisa makan :)) suka sekali. Kak ke tulisanku juga dong yang judulnya Berawal dari gunung Nona :)
BalasHapusSalam kenal.heheh, mepet sih. Mana ngga begitu hapal objek wisata di Enrekang hehe. sip aku kan menyusul ke Gunung Nona deh heheh :)
Hapusoh iya, dangke emang enak banget :)
Dhani, aku musti komen di mana di bologmu?
Hapuskak bisa di copy ,,,..?
BalasHapusbisa, tapi sertakan juga sumbernya dek :)
BalasHapusKyaaa... tolong bawa aku kesanaaaaahhhh.. hik hik hik, aku selalu tertarik dengan dunia traveling :D
BalasHapusayuk mba Noe kapan2 kalau balik Ke Makassar kita ke Enrekang jug ya heheh tak tunggu
Hapuswuiiihhh...saya jatuh hati sama alamnya Enrekang... memuaskan mata banget. saya sempat sepekan di sana, di kotanya tapi...
BalasHapusKAKTALIS HATI, lumayanah mba masih hijau2. Punya keluarga mba d Enrekang?
HapusPenasaran dengan dangkee :)
BalasHapusjalan2lah ke Enrekang mba :) heheh
HapusOrang Makassar ternyata kau. Pingin.... menu pesial Enrengkang-nya @_@
BalasHapusWh, coba yah di dunia maya bisa mesen makanan :) tak coba cariin buat dikirim lewat inbox mba kalau bisa hihihi (ngawur)
HapusDeppa Te’tekan (Enrekang) dan Deppa Tori' (Toraja) itu rasanya sama ndak sih?
BalasHapusKhie, aku belum pernah nyoba sih kala Deppa Tori' jadi ngga tahu sama atu tidak :)
HapusEnrekang, selalu lewat tapi ndak memperhatikan gunung ini gunung itu, hanya cerita saja, bikin penasaran, apa benar begitu gunungnya?, atau jangan2 cara pandang orang2 yang melihatnya saja, hehhe..
BalasHapusO iya...Dangke' itu bikin saya dulu ndak karuan, mau terus, wuihh..., saya tinggal di Enrekang bisa2 saya kayak dangke' hehhehee.., Dangke' ini cocok diekspor ke Belanda, atau Eropa, pasalnya orang2 Bule pasti suka.., udah terbukti loh.., :)
Salam ya..
Bisa jadi cara pandang. Tapi gunung2 di Erekan (apa lagi masuk ke kampung2) keren2. Jalan ke kebun bapakku kan melewati gunung, nah di gunung liat gunung di seberang sana akan bikin takjub. Kerenlah pokoknya.
HapusKalau dangke emang laziz banget ...
Aku juga sangat suka. Biar kata dimakan tanpa nasi bisa ludes juga, heheh hati2 saja kalau yang lain ngga kebagian bisa kena semprot sealnya.
Salam balik