Sitti
Mardiyah adalah nama pemberian kedua orang tuaku. Dengan harapan dengan nama
itu jalan yang kutempuh senantiasa di ridhai Allah. Sebagai anak pertama dari
lima bersaudara, aku sudah memikirkan harus bagaimana aku nanti. Menjadi seorang
kakak yang tak pernah merasakan memiliki kakak kandung sebenarnya. Sebenarnya sangatah
mudah jika tak mau ambil pusing. Tapi sebaliknya aku berpikir bahwa tanggung
jawab seorang kakak sangatlah besar. Tidak hanya karena tanggung jawab untuk
memberikan contoh bagi adik-adikku, lebih dari itu menjaga amanah orang tua
atas kepercayaan yang disemaikan di pundakku jauh lebih berat. Sedang aku bukan
siapa-siapa, hanya pengukir sajak dala warna abu-abu yang kosong
Adapun
Nahlatul Azhar adalah nama yang kurangkai dari mereka. Aku tanyakan ini dan itu
untuk tahu artinya. Satu orang memberiku penjelasan singkat tentang Azhar dan
Nahla. Dia yang menorehkan berbagai tinta dalam hidupku. Meninggalkan jejak
yang tak kunjung hilang. Entahlah, apa sesuai dengan yang kuinginkan. Lalu ....
entah tanggal berapa saat itu kuresmikan nama penaku: Nahlatul Azhar. Aku berharap
artinya adalah lebah bunga. Betapa ingin seperti lebah yang memberi banyak
manfaat. Juga menjadi bunga yang menebar wangi. Inginku begitu, dan tentunya
dengan melahirkan goresan-goresan berarti.
Aku
cukup sadar, dari sekian banyak tulisan yang aku buat hanya beberapa tetes yang
meninggalkan jejak manfaat. Selebihnya hanya goresan duka dan kegalauan serupa.
Keluh
menjadi warna tersendiri dalam hidupku. Bukan mauku seperti itu, yang
sebenarnya tak ada kawan tuk berbagi luka. Sebab aku sulit bergaul. Butuh jeda
beberapa lama tuk bisa mengakrabkan diri dengan seseorang. Itu pula yang jadi
alasan mengapa aku hanya berputar pada orang sama : dia, ia, dirinya.
Jadi
pantaskah Nahlatul Azhar menjadi sebuah nama yang abadi?
Tanya
itu masih tertata rapi di hadapanku. Seakan siap mencari jodohnya berupa
jawaban. Aku masih meniti jalan setapak yang penuh duri dan basah. Entah kapan
berjumpa dengan jawaban sebenarnya. Bukan tentang kewajibanku padaNya semata. Tapi
arti diriku bagi semua.
Hingga
kelak Nahlatu Azhar dikenang sebagai jiwa Sitti Mardiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)