Jumat, 19 April 2013

Jiwa Pada Sebuah Nama Pena


Sitti Mardiyah adalah nama pemberian kedua orang tuaku. Dengan harapan dengan nama itu jalan yang kutempuh senantiasa di ridhai Allah. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, aku sudah memikirkan harus bagaimana aku nanti. Menjadi seorang kakak yang tak pernah merasakan memiliki kakak kandung sebenarnya. Sebenarnya sangatah mudah jika tak mau ambil pusing. Tapi sebaliknya aku berpikir bahwa tanggung jawab seorang kakak sangatlah besar. Tidak hanya karena tanggung jawab untuk memberikan contoh bagi adik-adikku, lebih dari itu menjaga amanah orang tua atas kepercayaan yang disemaikan di pundakku jauh lebih berat. Sedang aku bukan siapa-siapa, hanya pengukir sajak dala warna abu-abu yang kosong
Adapun Nahlatul Azhar adalah nama yang kurangkai dari mereka. Aku tanyakan ini dan itu untuk tahu artinya. Satu orang memberiku penjelasan singkat tentang Azhar dan Nahla. Dia yang menorehkan berbagai tinta dalam hidupku. Meninggalkan jejak yang tak kunjung hilang. Entahlah, apa sesuai dengan yang kuinginkan. Lalu .... entah tanggal berapa saat itu kuresmikan nama penaku: Nahlatul Azhar. Aku berharap artinya adalah lebah bunga. Betapa ingin seperti lebah yang memberi banyak manfaat. Juga menjadi bunga yang menebar wangi. Inginku begitu, dan tentunya dengan melahirkan goresan-goresan berarti.
Aku cukup sadar, dari sekian banyak tulisan yang aku buat hanya beberapa tetes yang meninggalkan jejak manfaat. Selebihnya hanya goresan duka dan kegalauan serupa.
Keluh menjadi warna tersendiri dalam hidupku. Bukan mauku seperti itu, yang sebenarnya tak ada kawan tuk berbagi luka. Sebab aku sulit bergaul. Butuh jeda beberapa lama tuk bisa mengakrabkan diri dengan seseorang. Itu pula yang jadi alasan mengapa aku hanya berputar pada orang sama : dia, ia, dirinya.
Jadi pantaskah Nahlatul Azhar menjadi sebuah nama yang abadi?
Tanya itu masih tertata rapi di hadapanku. Seakan siap mencari jodohnya berupa jawaban. Aku masih meniti jalan setapak yang penuh duri dan basah. Entah kapan berjumpa dengan jawaban sebenarnya. Bukan tentang kewajibanku padaNya semata. Tapi arti diriku bagi semua.
Hingga kelak Nahlatu Azhar dikenang sebagai jiwa Sitti Mardiyah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)