Aku masih ingat, dulu sangat ingin punya HP sendiri. Memohon pada
orang tua biar dibelikan. Tapi sampai selesai SMP, keinginan itu tak juga
terpenuhi. Selain karena menurut bapakku masih belum saatnya, juga ada alasan
lain.
Aku yang saat itu mondok di salah sebuah pesantren, secara otomatis
alat elektronik tidak diperbolehkan untuk masuk. Hingga aku memutuskan untuk
lanjut SMA kelas 1 di pesantren itu, aku masih tak punya HP.
Barulah saat duduk di kelas 2 SMA, bapak membelikanku HP. Waktu itu
aku liburan, jadi pas pulang kampung dibelikanlah. Alasannya saat itu karena
aku tetap lanjutin sekolahku di pesantren. Bukan main senangnya. Kampungku yang
dikelilingi pegunungan masih sedikit sinyal yang masuk kala itu. Biasanya
manjat gunung dulu baru dapat sinyal. Jadilah aku mondar-mandir tempat tinggi
biar bisa pakai HP baruku.
Masalah terjadi saat harus balik ke sekolah, pesantren. Karena tak
rela ninggalin HP baruku di rumah, aku bawa saja. Melanggar peraturan tepatnya.
Walau sebenarnya bukan hanya aku saja yang melanggar. Jadilah main
umpet-umpetan sama wali asrama. Kolom lemari jadi tempat persembunyian paling
aman.
Tapi sebenarnya HP itu membawa petaka bagiku. Hari-hari jadi tidak
tenang karenanya. Takut ketangkaplah, dilaporin teman, hati gundah melulu
jadinya. Apa lagi biasa diadakan penggeledahan tiba-tiba. Itu juga yang paling
dihindari santr-santri yang bawa HP.
Seperti malam itu. Saat kami semua selesai salat isya di masjid.
Biasanya setelah mengaji bersama, kami sudah bisa pulang untuk melakukan
aktivitas lain. Makan malam lalu belajar. Tapi malam itu berbeda. Kami seluruh
santri disuruh tinggal di masjid. Semua bertanya-tanya. Sampai akhirnya aku dan
yang lain tahu kalau ada penggeledahan kamar, aku pias. Nadiku tiba-tiba
berpacu.
Aku teringat, sore tadi saat hendak salat magrib di masjid karena
buru-buru HP aku letakkan saja di bawah bantal. Dalam hati aku berfikir
habislah aku. Dan benar saja, setelah makan malam aku dipanggil ke kamar wali
asrama.
“Taukan kesalahan kamu apa?” tanya wanita di hadapanku.
“Iya, Bu. “
“Jadi, HP ini tidak boleh kamu ambil, sebelum orang tuamu yang
datang mengambilnya untuk dibawa pulang,” ucapnya lagi. Tak ada celah tuk
membantah, karena memang saat itu akulah yang salah.
Setelah kejadian itu dan bapak juga datang mengambil HP milikku,
bukannya kapok, aku membawanya lagi saat habis liburan. Aku masih berpetualang
bersama HP hadiah dari bapak. Walau bukan untuk dicontoh, cukuplah kisahku ini
jadi pengalaman hidup with HP jadulku.
,,hahahhaha,,,
BalasHapuskeingat masa2 disana,...
:))
BalasHapusHahahahaeee
BalasHapusIngat waktu di Pest ya kkak..
iya. masa2 terindah tuh :)
Hapus