Cinta.
Bagaimana aku melukiskannya? Sedangkan kata-kataku telah habis kugunakan tuk
memuji dirinya. Semua tentangnya terasa hebat. Bahkan sekalipun ia
menyunggingkan senyumnya, saat berjalan. Ah! Cinta membuatku gila, cinta
padanya laki-laki bermata empat.
***
Dia,
aku melihatnya dengan keunikan raga. Sebab saat itu dialah satu-satunya yang
bermata minus. Mengenakan kacamata, benda yang selalu menarik perhatianku.
Pandangan pertama yang membuatku berdecak kagum. Terlebih dia berbicara dengan
lantangnya di depan kami, anggota baru organisasi yang ia ketuai. Aku yang
berada di pojok belakang memulai hayalan tentangnya. Bahkan perkenalanku
dengannya kuabadikan dalam catatan cacatku.
Cerita tentangnya juga mengalir begitu saja.
Begitupu perkenalanku dengannya yang aku anggap takdir. Suatu malam aku
mendapat sebuah sms dari nomor yang tak aku kenali. Seperti sabuah keharusan
akupun bertanya dengan sms tentu saja, “Ini siapa?” dari situ perkenalanku
dengan seseorang yang aku tak tahu siapa diapun berlanjut.
Dari perkenalan itu aku tahu, ia juga ikut organisasi yang aku ikuti,
sayangnya aku tidak tahu ia seperti apa. Berlanjutlah kegiatanku pad organisasi
yang aku masuki. Aku duduk begitu santai tatkala mata kembali memainkan
perannya. Tampaklah lagi dirinya, laki-laki berkacamata itu. Hati tersenyum
sumrigah karenanya.Setelah kegiatan selesai aku pun pulang dengan hati
berbunga, tak sabar memperdengarkan kisahku di ujung senja pada diaryku.
Pekatnya malam kian beranjak. Aku teringat
tentang sesorang yang mengatakan ikut organisasi yang sama denganku. Sms
singkat aku layangkan padanya, bertanya apa ia datang hari itu.
Duwar! Ledakan itu bukanah karena bom, tak
terjadi pula di atas permukaan tanah. Ledakan itu bersemayam di hatiku, hanya
aku yang tahu dan Sang pemilik hatiku. Bagaimana aku tak kaget, ternyata dialah
Mr. Kacamata itu. Sejak saat itu sebuah diary tentangnya kutorehkan, dengan
cuapan jemariku.
21
mei 2011
Rasa dalam hati kembali berkecamuk,
melumpuhkan pikirin menjadikannya tak terkendali. Sebuah kemutlakan tatkala
hati mulai bermain api kembali. Mr. Kaca
mata, ia hadir dengan senyum manis di bibirnya. Menyapa dengan kelembutan
suaranya, menghadirkan tanya dalam hati, begitukah ia pada semua wanita?
“Kak, punya buku motifasi ngga?” tanayaku
lewat telepon padanya.
“Punya. Tapi sedikit,” jawabnya, “Kenapa?”
“Yang sedikitnya itu boleh dipinjam nggak?”
“Boleh.”
“Kapan bisa pinjamnya”?
“Insyallah jam dua. Ketemu di depan apotik
kampus ya?”
“Iya Kak.”
Kadang aku tak ingin membuat rasa itu mekar,
namun tampa sadar aku sendiri yang memupuknya, membiarkannya menjalar tak
terkendali, hingga ia tumbuh subur. Seperti hari ini. Aku menyengajakan diri
tuk bertemu dengannya dengan alasan meminjam buku. Walau sebenarnya aku memang ingin,
namun tetap saja itu salah.
Lalu inilah aku menunggu di depan apotik
kampus yang terik, menantinya, orang yang kini menyita perhatianku. Tatkala ia
datang, hati tak karuan rasanya.
“Apa kabar hari ini?” tanyanya.
“Ya?’’ mungkin aku melamun jadi tak
mendengarnya.
“Gimana kabarnya?” ulangnya, dan sama juga aku
tak menjawab, entah mengapa lidah serasa kelu, suara tertahan begitu saja,
ah... sungguh bodoh.
Bukankah kita bertemu kemarin duhai Mr. Kaca
mata? Dan aku masih sama dengan kemarin. Dalam keadaan sehat.
“Ini saja ya bukunya?” aku heran, yang kau
berikan adalah buku tentang pernikahan, padahal yang ingin aku pinjam buku
motivasi. Ini apa artinya? Apa kau ingin aku belajar tentang pernikahan? Untuk
apa? Perjalananku masih terlampau jauh, pikirku. Kecuali saat kau yang
mengajak. Pikiran bodoh lagi.
24
juli 2011
Dari mana ya memulainya?
Bingung sudah lama tidak menuangkan kata-kata
dalam diary ini. Seperti sebuah pemberhentian sesaat, mati suri. Tapi kini
harus dilanjut lagi, tuangan dari dalam hati tak mungkin langsung terucap,
namun dengan jemari semua seakan mengalir begitu saja.
Sore tadi kembali kegiatan organisasi yang aku
ikuti berlanjut. Pembahasan yang lain dari biasanya, temntang pendidikan.
Bagaiman cara menangani pendidikan yang tidak merata terutama di kalangan
anak-anak jalanan.
Entah mengapa bibirku selalu terkunci rapat
saat dimintai pendapat tentang berbagai hal di sini. Malu jadi penyebab utama.
Sedangkan pendukungnya karena kehadiran dia. Aduh, dia semakin mengagumkan.
Untaan kalimat yang keluar dari mulutnya sangat...ah, kapan aku terbangun dari
mimpi menghanyutkan ini?
1
januari 2012
Mr.
kacamata nama yang aku inisialkan padamu. Hari ini kembali melihatmu dengan
kata-kata pedis penuh makna. Sungguh aku merasa kau semakin cerdas saja. Tak
salah aku mengagumi sekaligus benci padamu. Memang rata-rata yang menarik
perhatianku adalah mereka yang tak jauh beda denganmu. Tapi dirimulah yang
teristimewa. Terlalu tinggikah aku berharap?
Aku tak menyangkal ada banyak mata
mengarah padamu, dari mata dengan pandangan kagum ataukah cinta yang terselubug
kabut malu. Dari semua itu yang terpenting aku tak peduli.
Sore ini seperti biasa kau kembali menjadi
orang penting. Tapi tadi itu benar-benar bagus. Kau memang layak tuk dikagumi,
yang aku sesalkan, diriku sendiri kesempatan tuk berbicara padamu pergi
sia-sia. Namun tahukah kau? Hatiku tetap bersemu.
***
Memandang penuh kekaguman tak akan pernah ia
tahu. Aku sadar akan hal itu. terlalu jauh aku berharap. Mahasiswa awal sepertiku
pasti tak akan dilirik olehnya. Adakah keajaiban itu terjadi padaku? Sepertinya
mustahil. Walau dialah yang menggetarkan hatiku pertama kali. Pangeran tak
pernah datang pada putri buruk rupa.
10
februari 2012
Inilah akhirnya, tapi akan kukisahkan awal
penyebab kisah ini putus.
Awalnya ada seorang wanita di facebook yang
mengajakku berkenalan.
‘Teman Kak Arfah kan?’ sapanya saat aku
online. Awalnya tak janggallah seseorang menyebutnya, ia kan memang banyak
kenalan. Hingga tulisan Mr.Kacamata terbaca olehku. Tentang lamarannya,
tulisan-tulisan yang mengarah pada satu titik, menikah.
Penasaran mulai menghantui, dan semuanya
mencuak kepermukaan. Ternyata dia wanita yang memanggilku kakak dengan mesra di
Faecbook, dialah calonnya. Wanita itu juga banyak bercerita tentang hubungan
mereka. Tulisan-tulisannya juga mengarah pada Kak Arfah, laki-laki berkacamat
itu. Tak tahukah ia hatiku pilu merintih tampa suara?
Lalu...
Inilah aku...si gadis penuh borok luka, luka
karena meninggikan hati, mencemaskan cinta yang tak kunjung hadir menghampiri.
“Kamu sebagai wanita yang berharap bertemu
jodoh terbaik menurut pandanganNya, jangan sekali-kali berharap banyak pada apa
yang belum kamu miliki. Saat kamu miliki saja ia bisa pergi, apatalagi ia bukan
hakmu. Masih banyak jalan yang perlu kamu lalui, bukan cuman jalan ini.
Tersenyumlah di sana, menunggu masa depanmu.” Ayahlah yang berucap kalimat itu.
Ayah, tiba-tiba aku rindu kalimat bijakmu.
Aku tersenyum, kisah ini usai sudah.
***
“Selamat yah Dea,
sahabatnya memberi pelukan hangat untuknya juga berbagai macam kado.
Hari bersejarah dalam hidupku tengah
berlangsung. Tak seperti kebanyakan pengantin yang duduk bersanding bersama,
aku dan laki-laki yang kini menjadi suamiku, dipisahkan oleh hijab.
Siapakah laki-laki itu?
Laki-laki
yang mempersunting diringku adalah laki-laki dalam diary. kesempatan kembali menghampiriku.
***
Tiga bulan sebelum hari bahagia.
“Kapan menikahnya Kak?”
“Kamu
sendiri kapan terima lamaran saya?” itu bukan pertanyaan serius, di belakangnya
ada tambahan, ‘just kiding’. Tapi cukup membuat jantung Dea melompat. Ia jadi
bertanya bagaimana jika pertanyaan itu dilontarkan untuknya dengan sungguh-sungguh?
Ada-ada saja si Mr.kacamata
Sebenarnya
Dea tak berharap dapat balasan, karena setahunya orang itu tak suka meladeni
pertanyaan basa-basi. Toh akhirnya percakapan mereka via SMS itu berlanjut. Tak
tanggu-tanggung pembahasannya merupakan hal yang membuat Dea penasarn
akhir-akhir ini, meski berusah tak ambil pusing.
“Tidak
jadi.”
Jawaban itu
yang membuyarkan pertanyaan gadis yang masih menatap layar tv sejak tadi. Rasa
kasihan memenuhi relung hati, juga perasaan lega. Dea merasa jadi orang jahat
saat itu juga.
“Biarpun dia
mau tapi walinya tidak, sama saja nol.” Sambungnya lagi, iba juga hati Dea,
bagaimanapun Dea tau calon senoirnya itu dari Facebook. Setahunya gadis yang
dilamar Mr.Kacamata itu sudah siap menikah, malah sangat berharap lamaran itu
diterima orang tuanya. Sayangnya wali sang calon tak menerima. Maka dari
penuturan Mr.Kacamata batal lah rencana suci itu. Diary-diary yang selama ini dibuatnya, ia kirim tuk Mr.kacamata, tak
ada niat tuk berharap. Ia hanya ingin melepas beban perasaan yang ada dalam
hatinya. Bereda dengan Mr.kacamata yang menerima pesan cinta itu. senyumnya
mengembang. Ternyata ada rencana Sang Pemilik hati untuknya. Tekatnya kembali
bulat, meminang sang pengirim pesan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)