Senin, 17 Juni 2019

Yang Tercinta

Aku mencintai aktivitasku saat itu. Dimana tiah harinya, anak anak adalah wadahku untuk belajar. Mengajar, namun sebenarnya akulah yang belajar banyak dari anak anak itu. Mereka yang kusebut anak anak cinta, yang mengajariku banyak hal tentang dunia mereka.

Awal masuk mengajar adalah sebuah kisah tersendiri. Namanya pengalaman baru pastilah menumbuhkan kekhawatiran dalam hati. Kalau kalau tidak mampu, tidak bisa, tidak kuat. Toh, pada akhirnya aku sangat menikmati kegiatan tersebut, sebagai profesi, sebagai tempat mengadu nasib.

Awal mengajar kelas yang aku pegang adalah kelas lima, anak anaknya sudah banyak tahu. Sudah bisa ini dan itu. Kebanyakan hanya diawasi, pertanyaannya dijawab. Alhamdulillah bersama kelas lima saat itu aku pertama kalinya mengenal dunia kerja.

Masuk tahun kedua, yang aku ajar masih kelas lima, namun dengan anak anak yang berbeda. Wah, kala itu dengan banyak anak anak kritisnya. Mulai pulalah aku mengajar tambahan, di rumah salah satu muridku. Rezki bertambah karenanya. Pengalaman pun jadi semakin kaya. Mereka, anak anak cinta, mengajarkan banyak hal. Bahkan tentang cinta yang begitu tulus.

Tahun ke tiga, tangis ku tumpah. Tak kusangka kelas satu jadi pelabuhanku berikutnya. Anak anak yang baru menyediakan diri, dengan segala kepolosan, tangis, bahkan sesekali pipis dan bab di celana. Aku kalut, takut tak sanggup menghadapi pertanyaan pertanyaan orang tua mereka. Untuk mengajar anak anaknya aku tak masalah, namun untuk berhadapan dengan orang tuanya, sungguh aku sangat tak sanggup.

Aku putuskan ingin berhenti. Teman teman kala itu menyesalkan. Banyak yang menyayangkan. Mereka meminta mencobanya, memberitahukan akan sanggup membantu nantinya. Betapa galaunya saat itu. Sempat mogok mengajar. Walau pada akhirnya, diriku dipaksa keluar dari zona nyaman. Dan, darinya aku ditempa untuk menjadi lebih baik lagi.

Anak anak cintaku, yang baru memasuki dunia baru. Tanpa hari ada ada saja tangis yang pecah, perkelahian, namun jujur, tak sedikit tawa yang mereka ukir. Banyak cinta yang mengisi kekosongan hati. Anak anak itu, pun mungkin kini mereka lupa, namun di hatiku sungguh rindu pada tawa canda, bahkan tangis mereka.

Ah, yang tercinta bisa siapa saja bukan? Pada mereka yang menumbuhkan rasa itu.

Anak anak cinta, pun tak lagi bersama, kadang, beberapa dari mereka menanyai kabar. Beberapa mengabari, mendoakan. Lalu bashlah hatiku, wah... Mereka mengingatku. Sungguh mata rasa rasanya ingin memandangi wajah wajah mereka kembali. Memeluk dalam kehangatan.

Yang tercinta.
Namun sekaran memasuki tahun kedua, aku putuskan meninggalkan dunia yang banyak mengajariku tentang anak anak. Aku ingin fokus pada anakku kini. Seorang bayi yang Allah titipkan pada aku dan suami. Mungkin beberapa orang menyesalkan keputusanku, namun aku sungguh ingin merawat anakku sendiri. Tak ingin menitipkannya, juga tak ingin memambawanya tiap hari ke tempat mengajar.

Mengapa? Aku sangat tahu dunia ngajar bukan soal mudah, seorang guru harus fokus pada siswanya, terlebih untuk kelas awal, satu, dua, tiga. Mereka masih perlu banyak perhatian, terutama oleh guru kelas mereka. Lantas jika aku berbagi perhatian dengan sepuluh anak atau bahkan dua puluhan anak, apa kabar anakku sendiri?

Apakah lantas anakku hanya akan mendapatkan sisa sisa perhatian dariku? Bagaimana jika pulang sekolah, dia berharap ibunya memeluk lebih lama, namun aku justru kelelahan dan memilih istirahat. Bagaimana jika malam tiba, anakku minta perhatian namun justru administrasi sekolah menyibukkan aku? Membayangkannya saja hatiku sakit. Aku tak berani mengambil langkah yang aku sendiri ragu untuk menjalaninya. Toh, masa kecil anakku hanya sekali, rezki bisa datang dari usaha yang lain, yang tak mesti mengorbankan perasaan amanah dariNya.

Yang tercinta.
Akan ada waktu kembali bersua dengan mereka, mungkin setelah Khalil kami sudah bisa lebih mandiri. Dan sebelum waktu itu tiba, izinkan aku berusaha menjadi ibu yang baik bagi anak-anakku.

Masing masing dari kita punya pilihan berbeda, pendapat yang tak sama, mari hargai perbedaan itu untuk tetap saling melengkapi satu dan lainnya.

Yang tercinta, mari tetap menautkan hati. Menumbuhkan cinta.

Enrkang, 17 Juni 2019

4 komentar:

  1. Klu masih honor tak jadi masalah. Semangat terus jd kan ananda yg tercinta sukses nantinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya honor. Makanya bisa ditinggalin dulu. Nunggu anak besar.

      Hapus
  2. wah suka dukanya seorang guru. saya sendiri belum tentu bisa begitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang nyiksa guru tuh administrasi nya kalau ngajarnya aman

      Hapus

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)