Nahlatul Azhar
Namanya
Ron. Laki-lagi yang dikenalkan Siska, temanku di dunia maya saat kami kembali saling
menyapa lewat inbox facebook. Kata
Siska, ia sedang dekat dengan seseorang
dari kota asalku. Seseorang yang dianggap spesial. Yang mengenalkannya pada
rasa bernama suka, untuk kesekian kalinya.
Awalnya
aku heran, bagiku rasa bukan permainan, bukan sesuatu yang dengan mudahnya bisa
tumbuh. Maka tak heran jika cinta pada pandangan pertama tidak bisa kumengerti.
Tidak bisa kuterima, dan tentu tidak aku percaya adanya. Secepat itukah cinta
tumbuh?
Tapi
bagi Siska, sahabatku di dunia maya, tidak seperti itu.
“Cinta
bisa tumbuh dimana saja, Bi, bahkan hanya dengan selembar foto.” Itu yang
dikatakan Siska saat kami berbicara lewat telepon. Persahabatan kami memang tak
sekedar di dunia maya lagi, bertukar nomor telah kami lakoni. Tak heran
kedekatan kami pun terpupuk manis.
“Jika
hanya teman, sahabat aku tentu percaya. Tapi untuk rasa yang lebih dari itu
mana mungkin bisa?” nada suaraku meninggi. Tidak sependapat.
“Itu
karena kamu belum merasakannya,” elak Siska.
“Mungkin
... dan semoga tidak, aku ingin tetap rasional mengenai perasaan itu.”
“Bi,
kamu lupa? Rasa kadang tidak rasional!”
Hari
itu menjadi hari yang buruk bagiku dan Siska, perbedaan pendapat itu menjadikan
amarah menguasaiku. Pun demikian, keesokan harinya SMS Siska kembali datang,
menyapa seperti biasanya. Aku kembali luluh.
***
Ron mulai dekat dengan Siska awal Januari. Lewat
dunia maya tentu saja, berlanjut dengan tukaran nomor telepon, lalu ungkapan
kata-kata manis setelah merasa ada kecocokan hati. Tanpa bertemu!
Kami akan
bertemu di hari valentine, Bi. Itu yang
dikirim Siska lewat inbox facebookku.
Kenapa harus
hari itu? Tanyaku. Belum cukup sebulan mereka
kenalan, pacaran pun baru beberapa hari yang lalu. Ah, semudah itukah?
manyut's blog: Cool Boy anime |
Menurutmu, aku
harus bagaimana? Bi, semoga dia jadi lelaki Valentine terakhirku. Kiriman
tanya Siska kembali datang. Aku bingung. Lelaki Valentine? Jadi ... hanya untuk
hari itu saja kan?
Tak kujawab. Lusa adalah hari yang dimaksud Siska.
Baiklah, aku akan menunggu kisahnya, masih tentang laki-laki di dunia maya,
lelalki Valentinenya.
***
Bi ...
Laki-laki itu
... dia tidak datang! Padahal aku sudah mengirimkan uang jajanku bulan ini,
semuanya. Dia bahkan berjanji membawakan sesuatu yang aku inginkan, dia
berjanji bertemu orang tuaku, bersedia kuajak keliling. Tapi ... lima jam aku
menunggunya di bandara, ia tidak muncul-muncul juga. Hpnya tidak aktif, Fbnya
... akh, Bi. Aku sedih. Aku sudah meremehkan pendapatmu.
Tapi Bi ...
apa kamu juga akan menghilang? Kenapa tidak pernah ada kabar lagi?
Pesan panjang dari Siska di penghujung 14 Februari
baru saja masuk. Bagaimana ini? Harus kubalas dengan pembenaran kata-kataku?
Aku takut malah menambah kesedihannya.
“Bianka?” lamunanku buyar kala seseorang memanggil
namaku.
“Eh, Oni, “ sapaku balik. Oni tetanggaku, dia sering
banget online di warnet milik orang
tuaku ini. Hampir tiap malam bahkan sampai subuh.
“Wah, bukannya jaga malah FBan mulu nih,” ucapnya.
Kujawab dengan senyuman, “Oh ya Bian, kita belum berteman kan? Kamu belum konfirmasi pertemanan dariku padahal
sudah lama aku add loh,” lanjutnya.
“Memang nama kamu siapa?”
“Singkat saja kok, ‘Ron’ ...” ucap Oni. Nama
lengkapnya sih Roni Saputra.
“Aku cari dulu ya,” ucapku.
Yang meminta jadi temanku memang lumayan banyak. Aku
tidak menerima sembarang orang, pun di dunia maya, berhati-hati tetap menjadi
keharusan.
Ron?!
Ron pacar
Siska? Lelaki Valentinenya itu kah?
Mataku segera menatap tajam ke arah Oni yang sedang
asik online di salah satu komputer
warnet ini.
Masa iya?
Valentineku
kembali kelabu, Bi. Pesan Siska kembali masuk, dan
aku punya PR baru, membuat sahabatku tersebut bangkit dari kesedihannya.
Valentine berlalu, tanpa permisi. Lagi.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)