Kamis, 19 Juni 2014

Tatapan Terakhir Herlan (KeKeR, 2013)


“Tatapan seperti apa yang kamu inginkan darinya?” Dea bertanya pada sahabatnya yang lagi kasmaran, Kifna.
“Mmm ... apa yah?” bukannya menjawab Kifna malah bertanya-tanya juga.
“Tatapan dingin tapi nembus ke hati atau tatapan lembut yang menghangatkan?” kembali Dea mengajukan pertanyaan.
“Apaan sih, De? Kamu kayaknya semangat banget wawancarain aku. Padahal kamu tahu sendirikan jadian aja belum,” elak Kifna.
“Ah kamu, kan buat persiapan. Lagian apa susah jawab pertanyaanku, sudah aku kasih pilihan pula.”
Kifna tak mengubris perkataan sahabatnya lagi. Ia sendiri masih bingung dengan perasaanya yang masih bertepuk sebelah tangan. Herlan, laki-laki yang sudah dua tahun mencuri perhatiannya belum juga menunjukkan tanda-tanda suka pada gadis berlesung pipi tersebut. Kifna sendiri bukan gadis agresif yang dengan pede mencari jawaban atas perasaan laki-laki yang ia cintai.
Namun semenjak duduk di kelas 3 SMA Nusa Indah Kifna sedikit lebih berani memperhatikan laki-laki jangkung tersebut. Diam-diam ia mengikuti ke mana Herlan pergi saat istirahat. Karena Herlan cowok jenius yang hobi utamanya membaca, maka tak jarang Kifna juga duduk berlama-lama di perpustakaan sekolah. Walaupun tempat itu adalah yang tempat paling ia tidak sukai.
“Hei! Malah melamun, aku kan tadi nanya,” rengek Dea.
“Aku tidak mau terpaku pada satu tatapan saja, De. Ya sih aku suka tatapan dingin yang menusuk, tapi di sisi lain aku tidak terima. Aku berharap merasakan kehangatan, pun hanya dari sebuah percakapan mata,” jelas Kifna akhirya.
“Wow ...”
“Kenapa?”
“Kayaknya otak kamu mulai berisi deh Kif, buktinya kata-katamu itu bagus banget,” ucap Dea sambil tersenyum kagum pada sahabatnya.
Mendengar pujian yang agak menjatuhkan dari sahabatnya tak ayal membuat Kifna ngambek, “Jadi selama ini kamu pikir kepalaku ini tidak berisi, gitu?” Kifna memasang muka cemberutnya.
“Hehe ... bukan gitu juga sih, habisnya selama ini di kepalamu itu hanya ada si tiang listrik. Keseringan koslet pula, banyak ngga nyambungnya kalau diajak cerita,” Dea mengeluarkan isi hatinya yang terdalam tentang sikap sahabatnya selama ini.
“De!”
“Apa?” Dea menoleh.
“Kamu!” Kifna pun menyerbu Dea dengan cubitan-cubitan kecilnya.
“Aw  ... Ih, Kif aku kan jujur, aduh sakit!”
Keduanya pun tertawa bersama. Walau sering jadi bahan candaan Dea karena kepandaian rata-rata Kifna, namun gadis tersebut tak pernah sakit hati. Ia sangat tahu kalau Dea hanya bercanda. Dan yang paling penting lagi Kifna tak dapat membantah penilaian sahabatnya tersebut karena kebanyakan dari yang diucapkannya adalah benar. Bagi Kifna itu sudah cukup membuktikan kalau Dea benar-benar mengenalnya, dan berhak jadi sahabatnya.
***
Mata Kifna berembun. Hari penamatan telah tiba, sebentar lagi ia akan berpisah dari sahabatnya Dea juga pada seluruh penghuni sekolah yang ia tempati selama tiga tahun terakhir. Terlebih lagi ia tak akan melihat sosok yang mencuri hatinya lagi. Perasaan Kifna masih sama pada Herlan.
“Kamu ngga nyesal nanti kalau tidak bilang perasaanmu pada Herlan, Kif?” Dea yang duduk di samping Kifna bertanya. Mungkin sahabatnya itu sadar kalau sedari tadi Kifna menatap punggung Herlan yang duduk di barisan depan.
“Hah ... apa gunanya, De? Kita juga sebentar lagi pisah.”
“Setidaknya kamu ngga penasaran lagi. Lagian ada bagusnya kok kalau kamu bilang ke dia selain rasa penasaranmu terobati, kalau ditolak pun kamu ngga akan malu.”
Penjelasan Dea yang setengah berbisik itu membuat Kifna menghujani sahabatnya itu dengan cubitan. Bagaimanapun Kifna tetap berharap Herlan membalas perasaannya.
Sepasang sahabat itu kembali larut dalam acara penamatan, walau salah satu dari mereka kembali menatap punggung Herlan. Dalam diam dan kecemasan.
Haruskah aku menanyakannya?
***
Tatapan yang selalu tampak dingin itu kini mencair. Tak hanya itu, lelehan air mata juga tampak menggenang di sana. Membuat Kifna yang melihatnya kaget. Ia tak menyangka reaksi Herlan akan seperti ini setelah ia menyatakan perasaannya.
“Maafkan aku Kifna,” ucap Herlan dengan suara serak. Kifna tidak mengerti maksud laki-laki di hadapannya.
“Justru aku yang ingin minta maaf, Her. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. sejujurnya aku tidak mengerti, mengapa ... “ jeda, Kifna tidak mampu melanjutkan pertanyaannya, akan tangis Herlan.
“Kamu tidak tahu aku Kifna, kamu ngga tahu aku siapa! Cinta kamu tidak pantas untuk orang sepertiku ... “ Kedua mata Herlan menatap Kifna. Tatapan yang tidak dimengerti Kifna.
“Aku ... aku ... aku bukan orang baik!” ucap Herlan lagi.
“Her, kamu kenapa? Ada apa sebenarnya?” tanya Kifna. Ia semakin tak mengerti dengan sikap Herlan.
Kifna mendekati Herlan yang berdiri dengan bahu tergnucang. Saat itu memang tinggal mereka berdua yang ada di kelas. Sejak acara penamatan tadi selesai, sekolah sudah tampak sepi.
“Jangan mendekat!!” teriak Herlan tiba-tiba. Ada binar-binar marah di kedua matanya.
“Sadarlah Kifna! Aku bukan orang baik-baik dan tentunya tak pantas untukmu. Kamu akan menyesal dengan cintamu pada orang sepertiku, jadi kumohon berhentilah! Ini hanya akan melukaimu.”
“Herlan, ada apa sebenarnya?”
“Aku benci pada wanita! AKU BENCI!!” kembali Herlan berteriak marah. Bahkan setelah itu ia pergi begitu saja, meninggalkan Kifna yang diliputi rasa kaget.
***
Maafkan aku ... ini hanya alasanku menghindarimu, aku tahu kau menaruh hati padaku. Aku sangat tahu hal itu. Bahwa diam-diam kau mengikutiku ke perpustakaan, menatap punggungku, menaruh hadiah di laci mejaku. Sungguh aku tahu semua hal itu.
Tapi Kifna, kau tidak tahu siapa aku. Tentang aku yang anak seorang wanita malam. Tentang ayahku yang hendak menjerumuskanku pada pekerjaan yang sama seperti ibuku. Aku yakin kau tak tahu akan hal itu.
Kifna maafkan aku, semoga cintamu untukku memudar bahkan hilang. Namun biarkan cintaku untukmu tetap bertahan di hatiku.
Hati Herlan merintih pilu melihat Kifna yang masih duduk di dalam kelas dengan wajah yang sendunya. Sekuat tenanga ia menahan isak tangisnya. Tatapan mata yang selalu dingin itu kini benar-benar mencair.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)