Oleh: Nahlatul Azhar
Namaku Pelangi. Aku
murid baru di SD Pertiwi ini. Baru kemarin aku pindah sekolah, kata Mama
sekolah yang aku tempati saat ini adalah sekolah yang bagus. Tapi, aku suka
sekolahku sebelumnya. Di sana ada Nurul yang jadi teman sebangkuku. Ada Ira
yang suka berbagi makanan. Ada Nunu yang pintar dan selalu mengajariku
mengerjakan tugas matematika. Dan sekarang, aku harus berpisah. Aku sedih
sekali saat pindah. Nunu bahkan ikut menangis.
*Dimuat di Koran Harian Fajar. Belajar menulis cerita anak, sesuai dengan jurusan yang aku ambil di bangku kuliah. Kelak berharap bisa mengajak anak-anak untuk menulis.
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com |
Kata Mama juga, nanti aku akan dapat teman baru lagi
di sekolah baru. Itu kata Mama. Tapi sekarang aku malah belum mendapat satu
teman pun. Teman-teman sekelasku tidak memanggil namaku. Mereka hanya
mengatakan murid baru, murid baru, padahal kan aku juga punya nama.
“Hay, namaku Putri,” kata seseorang dari arah
belakangku. Aku menoleh.
“Aku Pelangi,” aku pun memperkenalkan diri juga.
Putri wajahnya cantik. Putih. Di kepalanya ada pita
berwarna biru.
“Kenapa kamu pindah sekolah?” tanya Putri lagi.
Tentu saja aku senang. Akhirnya ada juga yang mau berbicara denganku.
“Kata Mamaku, Papa dipindah kerjakan jadi kami harus
pindah. Dan sekolah ini dekat dengan tempat kerja Papa yang baru,” jelasku.
Putri mengangguk-angguk, “Eh, ayo kita ke kantin. Di
sana banyak makanan enak loh. Mumpung bel belum berbunyi,” ucap Putri sambil
menarik tanganku.
“Ayo!” ucapku.
Hari ini akhirnya aku punya teman baru yang baik
hati. Cantik pula.
***
“Putri sekarang berteman dengan murid baru itu!”
teriak Wawat sambil menunjukku.
“Memangnya kenapa?” tanya putri, “Pelangi kan baik,”
lanjutnya lagi.
“Baik? Kalau kamu berteman sama murid baru itu, aku
dan yang lain tidak akan menjadi temanmu lagi,” kata Wawat pada Putri.
Aku sedih mendengar perkataan Wawat. Apa lagi
gara-gara aku yang murid baru, Putri juga dijauhi teman-teman yang lain.
Rasanya aku ingin sekali menangis, tapi aku ingat pesan Mama untuk tidak
menangis di sekolah. Mama selalu bilang aku harus jadi anak yang kuat, tidak
boleh menagis dengan mudahnya.
“Murid baru tidak boleh seenaknya. Kami tidak mau
berteman sama kamu, jadi jangan dekat-dekat deh!” perinta Wawat padaku.
Putri yang kemarin sudah mau berteman denganku juga
tidak berani lagi dekat denganku. Aku yakin itu karena ia takut pada Wawat.
***
“Sayang, kok mukanya cemberut gitu?” tanya Mama saat
aku sampai di rumah.
“Aku tidak suka sekolah baruku, Ma. Teman-teman di
sana jahat. Mereka tidak mau berteman denganku.” Aku pun bercerita pada Mama.
Sambil menahan air mataku.
“Kan kemarin sudah dapat satu teman baik, siapa
namanya?” tanya Mama lagi.
“Putri,” jawabku.
“Kan sudah ada Putri, Sayang.”
“Iya. Tapi Wawat ngancam Putri biar tidak
dekat-dekat lagi sama aku, Ma. Semua anak-anak di kelas diacam sama Wawat,
huhuhu ...” aku menangis juga akhrinya.
“Oh, Sayang ...” Mama pun memelukku, “bagaimana
kalau besok Pelangi bawa kue untuk teman-teman di sekolah?” usul Mama.
Masa teman-teman tidak mau berteman denganku malah
aku kasih kue?
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com |
“Untuk apa? Mereka kan tidak mau berteman denganku.”
“Kan bagus, Sayang. Biar pun orang jahat sama kita,
kita tidak boleh ikutan jahatin orang itu. Malah kalau perlu, kita bantu saat
orang itu susah,” jelas Mama. Aku mendengarkannya dengan seksama.
“Kalau sama Wawat?” Aku tidak rela baik sama Wawat
yang jahat itu.
“Sama Wawat juga dong. Kan Pelangi bukan orang
pendendam, ya kan?”
“Iya. Kan kata Mama, orang yang dendam itu tidak
disayang Allah.”
Perasaanku akhirnya membaik. Aku berjanji dalam hati
untuk tetap baik pada teman-temanku. Semoga saja mereka mau berteman denganku
nantinya.
***
“Wah, enak sekali Pelangi,” kata Putri saat
mencicipi kue buatan Mama. Aku juga ikutan membantu Mama dan membuat berbagai
bentuk kue yang lucu-lucu.
“Iya enak, aku mau yang itu juga dong,” Ucap Timy
yang memang doyan makan.
“Wawat ini untukmu.” Aku memberikan tiga potong kue
yang kubentuk sendiri kepada Wawat yang sedari tadi diam saja. Dia enggan
mendekat karena pernah jahat padaku.
“Mmm ... ini buatku?” tanyanya. Mungkin karena tidak
percaya aku memberinya kue.
“Iya.”
“Pelangi, aku minta maaf ya dengan perkataanku
kemarin,” ucap Wawat padaku. Teman-teman yang lain juga memandangi kami.
Aku tentu saja memaafkan Wawat. Kami pun bersalaman.
Dan sekarang aku punya banyak teman-teman lagi seperti di sekolahku yang dulu.
Ada Putri, Wawat, dan yang lainnya.
Betul kata Mama. Kalau kita baik dan tidak
pendendam, nanti juga akan mendapat teman-teman yang banyak.
Biodata Penulis: Nahlatul
Azhar adalah nama pena dari Sitti Mardiyah. Penulis kelahiran 4 November 1991.
Saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa semester 7 Universitas Muhammadiyah
Makassar Jurusan PGSD. Penulis juga merupakan anggota FLP Ranting Unismuh.
Tulisan-tulisannya dapat dijumpai di http://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)