Selasa, 17 Juni 2014

Sekolah Baru Pelangi (Sahabat Anak, Ahad 16 Februari 2014)

Oleh: Nahlatul Azhar
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com
Namaku Pelangi. Aku  murid baru di SD Pertiwi ini. Baru kemarin aku pindah sekolah, kata Mama sekolah yang aku tempati saat ini adalah sekolah yang bagus. Tapi, aku suka sekolahku sebelumnya. Di sana ada Nurul yang jadi teman sebangkuku. Ada Ira yang suka berbagi makanan. Ada Nunu yang pintar dan selalu mengajariku mengerjakan tugas matematika. Dan sekarang, aku harus berpisah. Aku sedih sekali saat pindah. Nunu bahkan ikut menangis.
Kata Mama juga, nanti aku akan dapat teman baru lagi di sekolah baru. Itu kata Mama. Tapi sekarang aku malah belum mendapat satu teman pun. Teman-teman sekelasku tidak memanggil namaku. Mereka hanya mengatakan murid baru, murid baru, padahal kan aku juga punya nama.
“Hay, namaku Putri,” kata seseorang dari arah belakangku. Aku menoleh.
“Aku Pelangi,” aku pun memperkenalkan diri juga.
Putri wajahnya cantik. Putih. Di kepalanya ada pita berwarna biru.
“Kenapa kamu pindah sekolah?” tanya Putri lagi. Tentu saja aku senang. Akhirnya ada juga yang mau berbicara denganku.
“Kata Mamaku, Papa dipindah kerjakan jadi kami harus pindah. Dan sekolah ini dekat dengan tempat kerja Papa yang baru,” jelasku.
Putri mengangguk-angguk, “Eh, ayo kita ke kantin. Di sana banyak makanan enak loh. Mumpung bel belum berbunyi,” ucap Putri sambil menarik tanganku.
“Ayo!” ucapku.
Hari ini akhirnya aku punya teman baru yang baik hati. Cantik pula.
***
“Putri sekarang berteman dengan murid baru itu!” teriak Wawat sambil menunjukku.
“Memangnya kenapa?” tanya putri, “Pelangi kan baik,” lanjutnya lagi.
“Baik? Kalau kamu berteman sama murid baru itu, aku dan yang lain tidak akan menjadi temanmu lagi,” kata Wawat pada Putri.
Aku sedih mendengar perkataan Wawat. Apa lagi gara-gara aku yang murid baru, Putri juga dijauhi teman-teman yang lain. Rasanya aku ingin sekali menangis, tapi aku ingat pesan Mama untuk tidak menangis di sekolah. Mama selalu bilang aku harus jadi anak yang kuat, tidak boleh menagis dengan mudahnya.
“Murid baru tidak boleh seenaknya. Kami tidak mau berteman sama kamu, jadi jangan dekat-dekat deh!” perinta Wawat padaku.
Putri yang kemarin sudah mau berteman denganku juga tidak berani lagi dekat denganku. Aku yakin itu karena ia takut pada Wawat.
***
“Sayang, kok mukanya cemberut gitu?” tanya Mama saat aku sampai di rumah.
“Aku tidak suka sekolah baruku, Ma. Teman-teman di sana jahat. Mereka tidak mau berteman denganku.” Aku pun bercerita pada Mama. Sambil menahan air mataku.
“Kan kemarin sudah dapat satu teman baik, siapa namanya?” tanya Mama lagi.
“Putri,” jawabku.
“Kan sudah ada Putri, Sayang.”
“Iya. Tapi Wawat ngancam Putri biar tidak dekat-dekat lagi sama aku, Ma. Semua anak-anak di kelas diacam sama Wawat, huhuhu ...” aku menangis juga akhrinya.
“Oh, Sayang ...” Mama pun memelukku, “bagaimana kalau besok Pelangi bawa kue untuk teman-teman di sekolah?” usul Mama.
Masa teman-teman tidak mau berteman denganku malah aku kasih kue?


http://rachmimaulanaputri.blogspot.com
“Untuk apa? Mereka kan tidak mau berteman denganku.”
“Kan bagus, Sayang. Biar pun orang jahat sama kita, kita tidak boleh ikutan jahatin orang itu. Malah kalau perlu, kita bantu saat orang itu susah,” jelas Mama. Aku mendengarkannya dengan seksama.
“Kalau sama Wawat?” Aku tidak rela baik sama Wawat yang jahat itu.
“Sama Wawat juga dong. Kan Pelangi bukan orang pendendam, ya kan?”
“Iya. Kan kata Mama, orang yang dendam itu tidak disayang Allah.”
Perasaanku akhirnya membaik. Aku berjanji dalam hati untuk tetap baik pada teman-temanku. Semoga saja mereka mau berteman denganku nantinya.
***
“Wah, enak sekali Pelangi,” kata Putri saat mencicipi kue buatan Mama. Aku juga ikutan membantu Mama dan membuat berbagai bentuk kue yang lucu-lucu.
“Iya enak, aku mau yang itu juga dong,” Ucap Timy yang memang doyan makan.
“Wawat ini untukmu.” Aku memberikan tiga potong kue yang kubentuk sendiri kepada Wawat yang sedari tadi diam saja. Dia enggan mendekat karena pernah jahat padaku.
“Mmm ... ini buatku?” tanyanya. Mungkin karena tidak percaya aku memberinya kue.
“Iya.”
“Pelangi, aku minta maaf ya dengan perkataanku kemarin,” ucap Wawat padaku. Teman-teman yang lain juga memandangi kami.
Aku tentu saja memaafkan Wawat. Kami pun bersalaman. Dan sekarang aku punya banyak teman-teman lagi seperti di sekolahku yang dulu. Ada Putri, Wawat, dan yang lainnya.
Betul kata Mama. Kalau kita baik dan tidak pendendam, nanti juga akan mendapat teman-teman yang banyak.

Biodata Penulis: Nahlatul Azhar adalah nama pena dari Sitti Mardiyah. Penulis kelahiran 4 November 1991. Saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa semester 7 Universitas Muhammadiyah Makassar Jurusan PGSD. Penulis juga merupakan anggota FLP Ranting Unismuh. Tulisan-tulisannya dapat dijumpai di http://nahlatulazhar-penuliscinta.blogspot.com/


*Dimuat di Koran Harian Fajar. Belajar menulis cerita anak, sesuai dengan jurusan yang aku ambil di bangku kuliah. Kelak berharap bisa mengajak anak-anak untuk menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)