Selasa, 17 Juni 2014

Dua Pintu Masa Depan



Oleh: Nahlatul Azhar
“Nino, kamu sudah mengerjakan tugasmu?” tanya Mami Nino malam itu. Sedangkan Nino sedang asik menonton tv.
“Aku sudah pintar, Mi. Tidak usah belajar lagi.” Suara Nino terdengar malas.
“Pintar apa? Nilai kamu tiap hari menurun,” ucap Mami Nino sambil duduk di samping anaknya.
“Mi, si Gana teman sekelasku tidak pernah belajar. Tapi nilainya selalu bagus.”
“Itu karena dia minta teman kamu ngerjain tugasnya.” Suara Mami Nino terdengar tegas.
“Tapi, Mi ...”
“Nino, kalau malas belajar terus kamu bisa jadi apa nanti?” tanya mami Nino.
“Ngga usah jadi apa-apa dong Mi. Aku main terus saja seperti ini.”
Mami Nino mulai kesal. Ia meninggalkan Nino dan pergi ke kamar adik kecil Nino.
Nino anak yang malas. Tiap hari kerjanya main atau nonton saja. Sampai-sampai maminya pusing melihat kelakuan Nino. Ayah Nino sering memberi nasehat pada Nino. Tapi Nino sangat suka membantah.
***
Sore itu Nino belum pulang juga ke rumah. ia terus saja bermain dengan teman-temannya. Nino bahkan belum mengganti baju seragamnya. Baju putihnya sudah sangat kotor. Hari mulai gelap. Nino pun akhirnya pulang setelah teman bermainnya sudah pulang semua. Jalanyang ia lalui sangat sepi. Nino yang tidak kenal takut terus saja berjalan.
Bugh!
Nino menabrak sesuatu. Alangkah kagetnya ia mendapati sebuah pintu berada tepat di depannya. Di tengah jalan. Dan bukan cuman satu pintu tapi ADA dua. Yang satu pintu berwarna hitam pekat dan pintu yang satunya lagi berwarnya putih bersih.
Rasa penasaran Nino bangkit. Di bukanya engsel pintu berwarna hitam perlahan. Klik! Ternyata tidak terkunci. Nino membuka pintu itu lebar-lebar. Tak menunggu beberapa lama, Nino langsung masuk ke dalamnya.
***
Nino kini berada di sebuah hutan. Pohon-pohon besar menutupi hutan tersebut sehingga hanya sedikit cahaya mata hari yang masuk. Gelap. Nino berjalan dengan hati-hati. Ia terlihat waspada karena takut jika ada hewan buas yang menyerangnya.
“Nak, kamu mau kemana?” Nino kaget. Suara itu jelas datang dari arah belakang Nino. Secepat kilat ia berbalik.
Di hadapannya kini berdiri seorang kakek tua dengan pakaian yang sangat lusuh.
“Siapa kamu?” tanya Nino. Tangannya terkepal. Siap meninju jika orang tersebut menyerangnya.
“Aku Nino, uhuk  ... uhuk ...” jawab orang itu.
Nino kaget. Mana mungkin namanya sama dengan orang tersebut.
“Hah? Nino? Itu adalah namaku kakek tua.” Suara Nino mulai bergetar. Ia mulai takut.
“Oh ... jadi kamu Nino yang malas itu? Nino yang bisanya cuman bermain?” tanya kakek tua yang ternyata bernama Nino juga. Matanya sangat menakutkan. Gigi-giginya yang tidak terawat sangat menjijikkan. Ditambah badannya yang sangat kurus dan dibaluti pakaian yang bau.
“Ap ... apa?” Nino semakin takut melihat pak tua di depannya.
“Kamu tahu Nino mengapa saya hidup seperti ini? Uhuk ... uhuk ... itu semua karena kamu. Aku adalah kamu yang dulu sangat malas. Makanya aku tidak bisa apa-apa dan hanya bisa hidup di hutan seorang diri. Ini semua karena kamu Nino!” lagi-lagi suara kakek tua itu menakuti Nino.
Tidak hanya itu. kakek tua itu mulai mendekat ke arah Nino. Ia seperti ingin menyerang Nino.
Nino berbalik. Ia benar-benar sangat takut. Nino lalu berbalik meninggalkan si kakek tua yang memiliki nama sama dengannya. Ia berlari secepat mungkin keluar dari pintu berwarna hitam tersebut. Lalu menutupnya rapat-rapat.
***
Nino menarik nafas panjang. Ia lega bisa keluar dari pintu tersebut dan tidak tertangkap oleh kakek tua yang mengerikan itu.
“Kenapa namanya sama denganku?” tanya Nino pada dirinya sendiri.
Kini di hadapan Nino berdiri satu pintu lagi. Warnanya putih dan sangat bersih. nino memberanikan diri membuka pintu kedua. Ia berharap tidak ada kakek tua seperti pada pintu pertama.
Nino ternganga. Ia sangat takjub dengan yang dilihatnya. Di depannya hamparan bunga tertata rapi. Tepatnya sebuah taman yang sangat indah. Ada banyak macam bunga di taman tersebut. Tidak hanya itu, di samping taman itu berdiri sebuah rumah megah yang sangat bagus. Rumah besar yang sangat mengagumkan.
Nino berjalan mendekati rumah tersebut. Ia masih kagum dengan kemegahan rumah itu. Ia sempat mengintip dan melihat sekilas isi rumah tersebut. Di dalamnya ada kolam renang yang sangat besar. Ingin sekali rasanya Nino berenang di dalam kolam itu. Nino memang hoby berenang sejak dulu.
“Apa yang kamu lakukan di sini, Nak?” sebuah suara mengagetannya. Dengan hati-hati Nino pun berbalik. Ia takut kalau-kalau kakek tua lagi yang a dapati.
Dan ...
Benar saja, orang itu adalah kakek tua yang ia temui di hutan. Bedanya, kakek itu kini mengenakan pakaian rapi dan wanginya harum. Giginya pun putih bersih.
“Kakek kan ...” Nino berhenti.
“Aku Nino,” ucap sang kakek sambil tersenyum.
“Apa kakek tahu pemilik rumah ini?” tanya Nino penasaran.
“Tentu aku tahu sebab akulah pemiliknya.” Jawab kakek itu dengan suara mantap.
“Apa? Bagaimana bisa?” tanya Nino lagi. Ia sangat tidak percaya.
“Tentu bisa. Sewaktu muda aku sangat rajin belajar. Aku tidak pernah membantah nasehat mami dan ayah. Maka lihatlah sekarang, kini aku menjadi orang yang sukses.” Kakek yang juga bernama Nino itu menjelaskan dengan wajah tersenyum.
Nino kecil juga ikut tersenyum. Ia mengerti sekarng. Kakek tua yang ditemuinya di dalam pintu berwarna hitam adalah dirinya di masa depan. Dirinya yang malas dan hanya bermain di waktu muda. Sedangkan kakek yang kini ada di sampingnya adalah dirinya di masa yang akan datang jika ia menjadi anak yang rajin dan berbakti kepada kedua orang tua.
Setelah berbincang bincang dengan kakek tersebut Nino pun pamit. Tak lupa ia mengucapkan terimakasih sebelum meninggalkan tempat itu.
Nino lalu keluar dari pintu berwarna putih. Ia menutupnya pelan-pelan lalu berjalan pulang. Hari semakin gelap. Dalam hati Nino punya tekat yang baru. Menjadi anak yang rajin dan berbakti kepada kedua orang tuanya.

Penulis adalah anggota FLP Ranting UNISMUH



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)