Umurku memasuki angka dimana pikiranku mulai
bercabang-cabang, 22 tahun. Tak lagi hanya tok pada mimpi seorang diri. Mimpi menjadi
diriku yang kemana mana seorang diri. Aku dengan umurku saat ini mulai
berpikir, “Ntar bakalan nikah sama siapa?
Nanti dapat jodohnya siapa?” dan bermacam-macam tanya seputar dunia pernikahan.
Siapa dia?
Sudah pasti aku tak akan tahu siapa jodohku kelak. Siapa yang
ditakdirkan duduk bersanding denganku. Yang memintaku pada orang tuaku. Yang dengan
keteguhan hatinya menjadi imamku dunia akhirat. Lagi-lagi aku tak akan tahu
sebelum ia benar-benar hadir di hadapanku.
Tapi ... tak salah kan jika aku mulai kasak kusuk memanjatkan
doa tetang harapan seperti apa dia nanti. Tak akan salah kan jika pintaku pada
Pemilik jagad raya bawa inginku dia seiman. Seseorang yang pengetahuan agamanya
bagus. Seseorang yang bisa membimbing kebutaanku soal agama. Yang hormat pada
kedua orang tuaku, yang menyayangi keluargaku seperti dia menyayangi
keluarganya sendiri. Yang kaya hati juga harta (maunya). Pemilik wajah rupawan
sebagaimana hatinya juga rupawan. Tak ada yang salahkan dengan harapan itu?
Sekarang yang sebenarnya. Kalau keinginan diatas belum
terlalu menjurus sih, ya keinginan yang wajar lah kalau menurutku. Nah terus
... Aku yang seorang penulis pas-pasan (idenya, keinginan nulis, waktu,
pas-pasan semua deh) punya keinginan bakalan nikah sama seorang penulis juga. Pengen
banget duet nulis bareng belahan hati. Mmm ... atau kalau tidak minimal seorang
maniak buku deh alasannya karena terasa romantis saja kalau bisa barengan baca
atau nulis buku. Hehehe.
Terus, pengen si doi itu romantis. Hihihi. Maklum ketagihan
nonton yang berbau bunga alias romantisnya dapat. Ngga perlu semanis madu yang
masih original, cukup sedikit sentuhan gula namun ngena (apaan sih nih). Tapi sumpah,
pengen banget dapat jodoh yang punya sifat romantis tis tis. Hehe... ngga
apa-apa dong ngayal.
Kelak, yang jadi pendampingku kudu hapal tabiat burukku. Kudu
ngerti (maksa banget). Habis kekuranganku banyak sih. Banyak baget malah. Makanya
sebelum berakhir ke pelaminan orang itu harus berani nerima aku apa adanya,
bukan ada apanya karena aku tak punya apa-apa. Gila kan? Pengen yang sempurna
tapi kagak punya sesuatu yang menarik, yang bisa dipertukarkan (hah, makin
aneh).
Yang pasti, sipapun dian nanti pastilah dia yang terbaik
yang dikirim olehNya. Yang terbaik yang musti kulengkapi tulang rusuknya. Kenapa
yang terbaik, sebab yang tahu yang baik untukku hanya DIA.
Maka calon imamku, mari memantaskan diri sebelum bertemu. Aku
dengan kekuranganku kan memperbaiki diri sebelum dijemput olehmu. Mari memperbanyak
bekal untuk surga kecil kita kelak. Aamiin ...
"Tulisan ini disertakan dalam Giveaway Novel Perjanjian yang Kuat."
Wah kita seumuran .. dan sama-sama mulai berpikir tentang pasangan :))
BalasHapusMain main ke blogku ya : www.windacarmelita.blogspot.com
Hehehe, ya udah waktunya kali ya. Sippp, bakal mampir.
Hapussemoga kelak bisa romantis pas nikah ya, mba :D sampe ajal menjemput, aamiin :D
BalasHapusAmin, makasih doanya mba Ila :)
HapusAllahumma aamiin... Insya Allah orang yang baik, akan dipertemukan dgn yg baik pula.
BalasHapusAamiin Mas Ichsan. Makasih udah mampir.
HapusAamiin Allahumma Aamin...semoga segera dipertemukan dengan belahan jiwanya dan segera menikah
BalasHapus:) Aamiin, makasih mba Ade.
Hapussemoga ketemu jodoh yg romantis tis tis mba :)
BalasHapusSemoga, mkasih namora..
HapusIkut mendoakan semoga segera dipertemukan dgn sang belahan jiwa :)
BalasHapusAamiin. Makasih momtraveler :)
HapusAamiin.. semoga terkabul ya, Nahla :-)
BalasHapus