Jumat, 12 April 2013

CaBu 1 : Masa Lalu Senja


Mungkin baginya memang akhir. Tapi ia malah kembli terlempar jauh sebelumnya. Dan sepertinya .... perasaannya masih sama.

Aku tak ingat kapan  perasaan sukaku kepadanya tumbuh. Yang aku tahu tiba-tiba saja perasaanku sakit saat teman-temanku mengabarkan ia sudah punya kekasih.
Sebenarnya sejak tsanawiyah teman-teman sudah mengejekku denganya, membuat hatiku kadang tak enak. Puncaknya saat salah seorang uztadz memberikan kami tugas untuk merangkum ceramah yang ia kemukakan saat pengajian, dan dijanjikan hadiah. Dengan catatan, rangkuman yang dibuat harus lengkap dan panjag. Pemenang akan diumumkan saat upacara penaikan bendera hari seninnya, satu dari putra dan satu lagi dari putri.
Entah mengapa saat itu aku sungguh berharap mendapatkan hadiah dari direktur tempatku bersekolah. Aku berusaha mengingat apa yang telah disampaikan. Aku tulis di atas dua lembar kertas dan penuh dengan catatan.
Sayangnya aku, dan santri putri lainnya terlambat mengumpulkan tugas. Saat di umumkanpun hanya dari putra yang diumumkan. Aku sungguh kecewa. Hanya dikatakan besok pengumuman untuk putrinya. Dan saat itu ia tampil sebagai pemenang dari putra, aku sungguh berharap aku pemenang selanjutnya, sayangnya pemenang dari purti ngga diumumin.
Saat ia tampil sebagai pemenang, aku tersenyum, menggumamkan rasa bahagia untuknya dalam hati. Ia memang hebat, dari dulu saat pertama tes masuk pesantren. Aku tidak tahu pemilik nama itu adalah ia, yang aku tahu peringkat keduanya, karena ia berteriak di sampingku.
“Hore juara dua, siapa sikh yang pertama. Ngalangin aja.”
Saat itulah mataku tertuju pada deretan nama paling atas dan kedua. Dua orang dengan dua karakter yang sangat berbeda. Aku sempat mengenal keduanya, dan kesimpulanku, keduanya benar-benar berbeda. Sangat.
Al qur’an kecil yang dihadiahkan pada sang pemenang. Dan keesokan harinya, kepalah sekolah Mts datang ke kelasku dan memberikan Al qur’an kecil untukku. Aku kaget dan penjelasan sang guru memberikan penjelasan kalau ternyata pemenang dari putri adalah aku. Aku sungguh bahagia.
Dari situlah awal ejekan dengannya jadi melekat. Aku tak ambil pusing. Lagian kapan lagi dapat ejekan dengan salah satu orang yang di perhitungkan di ma’had. Dan perasaanku padanya juga dimulai dari situ. Kekaguman, rasa suka, lalu...cinta. Ah... benar-benar indah.
Aku ingat pernah singgah di kampungnya. Kebetulan sepupunya adalah temanku, sayang waktu itu ia tidak ada. Tapi aku tak peduli, tujuan awal memang ingin tahu banyak tentangnya. Tapi saat sampai di sana ternyata banyak hal yang lebih menarik hatiku. Aku juga tahu rumahnya saat itu, walau sudah lama, kadang masih terbayang juga.  Ngga sempat sih melihat orang tuanya hanya melihat adiknya, berbeda jauh dengannya.
Seingatku, saat masih di pesantren dan ia juga masih ada, aku tak pernah berbicara sekalipun dengan dia, jangankan berbicara, aku juga ngga yakin dia tahu aku. Sampai selesai pun aku tak tahu banyak tentangnya. Hanya bisa tersenyum bahagia untuknya saat tahu ia terpilih menjadi salah satu yang di utus ke Jakarta buat melanjutkan sekolah. Dia memang pantas mendapatkan itu.
                Sebenarnya aku sangat penasaran bagaimana pendapat ia tentang aku. Yah, mungkin ngga kenal aku sih, tapi pengen tahu aja. Penasaran, tapi mana mungkin bertanya padanya. Malu dan ngga lazimlah.
Saat aku pikir semua telah berakhir, ternyata semuanya baru saja di mulai. Perasaan kagumku yang mudah tumbuh pada seseorang tak juga hilang, tapi perasaan itu juga mudah hilang seperti ditiup angin. Aku sendiri merasa aneh akan hal itu, ingin menghilangkannya tapi seakan tak mungkin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)