Mungkin baginya memang akhir. Tapi ia malah kembli
terlempar jauh sebelumnya. Dan sepertinya .... perasaannya masih sama.
Aku tak ingat kapan
perasaan sukaku kepadanya tumbuh. Yang aku tahu tiba-tiba saja perasaanku
sakit saat teman-temanku mengabarkan ia sudah punya kekasih.
Sebenarnya sejak tsanawiyah teman-teman sudah mengejekku denganya,
membuat hatiku kadang tak enak. Puncaknya saat salah seorang uztadz memberikan
kami tugas untuk merangkum ceramah yang ia kemukakan saat pengajian, dan dijanjikan
hadiah. Dengan catatan, rangkuman yang dibuat harus lengkap dan panjag.
Pemenang akan diumumkan saat upacara penaikan bendera hari seninnya, satu dari
putra dan satu lagi dari putri.
Entah mengapa saat itu aku sungguh berharap mendapatkan hadiah
dari direktur tempatku bersekolah. Aku berusaha mengingat apa yang telah
disampaikan. Aku tulis di atas dua lembar kertas dan penuh dengan catatan.
Sayangnya aku, dan santri putri lainnya terlambat mengumpulkan
tugas. Saat di umumkanpun hanya dari putra yang diumumkan. Aku sungguh kecewa.
Hanya dikatakan besok pengumuman untuk putrinya. Dan saat itu ia tampil sebagai
pemenang dari putra, aku sungguh berharap aku pemenang selanjutnya, sayangnya
pemenang dari purti ngga diumumin.
Saat ia tampil sebagai pemenang, aku tersenyum, menggumamkan rasa
bahagia untuknya dalam hati. Ia memang hebat, dari dulu saat pertama tes masuk
pesantren. Aku tidak tahu pemilik nama itu adalah ia, yang aku tahu peringkat
keduanya, karena ia berteriak di sampingku.
“Hore juara dua, siapa sikh yang pertama. Ngalangin aja.”
Saat itulah mataku tertuju pada deretan nama paling atas dan
kedua. Dua orang dengan dua karakter yang sangat berbeda. Aku sempat mengenal
keduanya, dan kesimpulanku, keduanya benar-benar berbeda. Sangat.
Al qur’an kecil yang dihadiahkan pada sang pemenang. Dan
keesokan harinya, kepalah sekolah Mts datang ke kelasku dan memberikan Al
qur’an kecil untukku. Aku kaget dan penjelasan sang guru memberikan penjelasan
kalau ternyata pemenang dari putri adalah aku. Aku sungguh bahagia.
Dari situlah awal ejekan dengannya jadi melekat. Aku tak ambil
pusing. Lagian kapan lagi dapat ejekan dengan salah satu orang yang di
perhitungkan di ma’had. Dan perasaanku padanya juga dimulai dari situ. Kekaguman,
rasa suka, lalu...cinta. Ah... benar-benar indah.
Aku ingat pernah singgah di kampungnya. Kebetulan sepupunya
adalah temanku, sayang waktu itu ia tidak ada. Tapi aku tak peduli, tujuan awal
memang ingin tahu banyak tentangnya. Tapi saat sampai di sana ternyata banyak
hal yang lebih menarik hatiku. Aku juga tahu rumahnya saat itu, walau sudah
lama, kadang masih terbayang juga. Ngga
sempat sih melihat orang tuanya hanya melihat adiknya, berbeda jauh dengannya.
Seingatku, saat masih di pesantren dan ia juga masih ada, aku
tak pernah berbicara sekalipun dengan dia, jangankan berbicara, aku juga ngga
yakin dia tahu aku. Sampai selesai pun aku tak tahu banyak tentangnya. Hanya
bisa tersenyum bahagia untuknya saat tahu ia terpilih menjadi salah satu yang
di utus ke Jakarta buat melanjutkan sekolah. Dia memang pantas mendapatkan itu.
Sebenarnya
aku sangat penasaran bagaimana pendapat ia tentang aku. Yah, mungkin ngga kenal
aku sih, tapi pengen tahu aja. Penasaran, tapi mana mungkin bertanya padanya.
Malu dan ngga lazimlah.
Saat aku pikir semua telah berakhir, ternyata semuanya baru saja
di mulai. Perasaan kagumku yang mudah tumbuh pada seseorang tak juga hilang,
tapi perasaan itu juga mudah hilang seperti ditiup angin. Aku sendiri merasa
aneh akan hal itu, ingin menghilangkannya tapi seakan tak mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)