Jumat, 12 April 2013

CaBu 1: Dia dan Kekasihnya


Selalu baginya adalah akhir, tapi aku tahu hatinya menyimpan kata tak rela. Itu sudah pasti.

Aku kenalan dengann salah seorang teman perempuannya, aku bertaya padanya apakah ia tahu gadis yang dekat dengannya. Bukannya menjawab, ia menanyaiku kenapa? Kamu suka sama dia?
Sebuah umpan balik yang memojokkan aku, lalu dengan perasaan tak enak aku jawab aku hanya ingin tahu sebagai temannya. Aku tambahkan pula, jangn-jangan kamulah orangnya. Dan sungguh hari itu serasa petir menyambarku, tatkala ia bilang gadis yang memang diisukan dekat dengannya adalah dia, orang yang sudah aku anggap sahabat, walau tak pernah aku lihat.
Aku kembali berdiri di antara dua orang yang aku anggap penting...
Saat kutanyakan padanya, ia juga membenarkan kalau gadis itu selalu ada untuknya. Baik nelfon maupun sms, padahal saat itu ia sudah pulan ke kampung halamannya.
Aku pikir lebih baik menghilang dari peredaran mereka,  bukankah aku hanya benalu, parasit pengganggu yang tak sepantasnya berdiri di tenhgah-tengah mereka. Dan saat itu aku putuskan tak ada lagi kontekan antara aku, gadis itu, maupun dia orang yang aku sukai dengan sepenuh hati.
Pertemuan tak bisa dielakkan, aku yang saat itu sedang mengurus ijasah, dan kembali ke ma’had di pertemukan dengannya. Di sore yang sepi tapi deburan di dada serasa begitu ramai menghentak.
Itu dia dari jauh berjalan ke arahku yang tengah duduk bersama salah seorang adik kelas, darah seakan naik seluruhnya di mukaku, mendidih hingga aku rasakan memanas dan melemaskan seluruh organ tubuhku yang lain.
Lalu...
Ia duduk tepat di sampingku, bertanya padaku tentang kabar dan beberapa hal yang malah membuatku kian panik, aku merasa waktu begitu lama, aku ingin ia berlalu, aku tak mau ia melihat wajahku yang aku yakin memerah. Ah, situasi yang benar-benar tak mengenakkan.
Saat malam tiba aku minta maaf padanya akan sikapku, ia hanya bilang aku cemen, beraninya lewat hp doang. Tahukah ia posisiku saat itu sungguh tak enak, aku ingin akrab dengannya tapi ternyata itu tak semudah perkiraanku. Yang ada aku diam membisu tak tahu apa yang akan aku ucapkan padanya. Andai ia tahu....
Namun itu tak betahan lama, seperti kataku sebelumnya, aku memilih mundur darinya, ada seseorang yang telah ia pilih yang jauh melampaui aku.
Sebenarnya aku menyiksa diriku sendiri, tapi aku pikir biarlah ini jadi latihan tersendiri untukku.
Aku kembali pada kesadaranku, tak mungkin.
Saat ia kembali akan berangkat ke Jawa untuk menuntu ilmu, aku hanya mampu mendoakanna. Semoga ia mendapat yang lebih baik, daam segala hal.
Ternyaa semua ke

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)