Sedang aku merasa tak punya siapa-siapa.
Kemana
semuanya?
Berpestakah
dalam ramai yang menggelora?
Entahlah, sunggu aku mulai tak peduli mengapa.
Yang
kutahu, aku kembali terpahat luka.
Di sini pada sebuah tempat bertuliskan jiwa.
Dalam
marah tangisku merona.
Mengisi
tiap sudut wajah dengan air mata.
Kemana
harus mengadu lara?
Sedang
ibu tak ada.
Bapak
pun entah ke mana.
Sahabat?
Semuanya telah menjauh dari raga.
Kekasih?
Oh ... aku sungguh tak berharap memilikinya.
DIA?
Mungkinkah
Dia menerima hamba?
Bahkan
setelah caci kuperlihatkan padaNya?
Usai
aku menoreh kerusakan di bumiNya.
Mungkin
pula aku kan dibuangNya ke neraka ...
Karena
tak mungkin mengharap syurga.
Dengan
tumpukan dosa yang menggila.
Lantas
benarkah hanya neraka semata?
Oh
... Pemilik dunia
Inikah
akhirku berduka di dunia?
Benarkah
nafas pemberianMu ini akan Engkau tarik paksa?
Hatiku
telah remuk tiap sudutnya.
Air
mataku tumpah semuanya.
Aku
... akan mengahkhiri duka.
Dengan
caraku yang tak pernah Dia suka.
Aku
... hanya akan terdiam tanpa nyawa.
Berhentilah mengeluh dan meratapi nasib burukmu, tidakkah kau melihat cahaya - cahaya cinta di luar sana, sedang kau tetap mengunci pintu dan tak mau melihatnya.
BalasHapusinikah balasan kata? aku tak yakin cinta itu ada...
Hapusbahkan jika aku harus meratapi nasib burukku, apa salahnya? tah tak ada pisau yang menancap di ulu hatiku. setidaknya ada kata yang selalu kucipta mewakili rasa. bukan nyawa yang pergi tanpa permisi.
dan tentang cahaya2 cinta itu ... buruh keberanian tuk melebur padanya, sebab aku pun tahu ada luka selain cinta :)
tak ada luka yang berbisa seutuhnya, semuanya pasti ada maksud baiknya. jangan salah mengartikan senyawa cinta jikalau menyentuhnya saja kau tidak berani?
BalasHapusaku telah masuk pusaran itu, tapi ternyata masih saja salah sangka menggerogotmu. telah kuberanikan diri ini. sungguh! haruskah engkau terus berucap sindir?
Hapustentang cinta yang kau maksud!
Tak ada amarah atau kesinisan dalam cinta, Yang ada adalah kekhawatiran dan kepedulian.
BalasHapus