Sabtu, 15 September 2012

Tragedi di Pagi Hari



Pagi yang mengesankan. Kembali sebuah adegan keren diperlihatkan bapak padaku. Ceritanya pagi-pagi sekali adikku yang paling kecil harus berangkat sekolah, ke TK tepatnya. Tapi seperti biasanya juga ia kembali merengek untuk tidur lagi. Ia tak mau berangkat ke sekolah. Masalahnya bukan kali ini saja ia seperti itu. Dua hari pertama masuk sekolah setelah liburan saja ia tak pergi. barulah seharian kemari ia mau, itu pun karena ibuku juga pergi dan menungguinya sampai pulang.
Maka terjadilah kejadian yang mengingatkanku pada beberapa tahun silam saat aku diperlakukan sama oleh sang bapak. Saat adikku masih menangis di bawah selimut dan bilang ia tidak mau ke sekolah, tau-tau bapak dari dapur membentak.
“Apa-apaan ini, tidak mau ke sekolah lagi padahal kemarin sudah berjanji. Kebiasaan ini.” Bentak Bapak. Aku saja kaget mendengarnya, ibuku yang masih membujuk adikku juga kaget. Adikku lebih kaget lagi ia sampai terisak-isak dan menurut saja saat ibu membawanya ke kamar mandi untuk segera mandi.
“Aku tidak mau ke sekolah tidak mau ... hu,hu,hu. Aku masih mau tidur, hu,hu,hu.” Nyatanya sampai i kamar mandi adikku masih juga menangis.
Aku yang sedang duduk mengetik  tak tahu kalau ternyata bapak menyusul ke kamar mandi saat mendengar adikku itu masih tidak mau ke sekolah. Bukan tanpa apa-apa, ternyata di tangan bapak ada kayu.
“Tidak mau ke sekolah lagi? Ini setan malasnya mau di pukul ternyata.” Dan detik berikutnya terdengar teriakan adikku.
“Aku mau pergi. Aku mau ke sekolah ... hu,hu,hu.”
Saat bapak keluar dari kamar mandi, aku lihat di tangannya memang ada kayu. Sungguh, aku tak percaya akan hal itu. Aku pikir hanya aku dan ketiga adikku yang mengalami ketegasan bapak dalam mendidik kami, nyatanya si kecil Hanif juga kena. Tapi aku senang karena kenangan masa laluku kembali terpampang jelas di depan mata. Juga karena adikku akhirnya ke sekolah juga.
Bedanya jika dulu aku yang mengalami dan benar-benar melihat muka bapak yang tanpa senyuman, tapi tadi ada senyum di wajah bapak. Seakan menjelaskan itu hanya ekting semata.
“Kalau tidak ganti metode mana bisa berubah. Bukankah kemarin-kemarin suah dilembutin?” Ucap beliau sambil tersenyum. Dan memang di hari-hari sebelumnya adikku sudah dibujuk baik-baik, dilembuti bahkan dibiarkan tak ke sekolah.
“Bapak pukul?”  Tanyaku.
“Tidaklah.”
Dan sekali lagi rasa kagumku pada bapak semakin bertambah. Ketegasan dalam mendidik anak-anaknya tidak hilang dari diri bapak. Ya setidaknya aku kini menyadari pentingnya hal itu untuk masa depan kami, anak-anaknya. Lagian baru kali ini aku melihat bapak marah pada adik bungsuku itu. Selama ini kemauannya dituruti saja. Mungkin kali ini dia akan jera dan rajin ke sekolah. Dan lagi, kisah ini telah aku abadikan. Semoga juga keluarga kami selalu dalam perisai perlindungan-Nya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)