Pagi yang
mengesankan. Kembali sebuah adegan keren diperlihatkan bapak padaku. Ceritanya
pagi-pagi sekali adikku yang paling kecil harus berangkat sekolah, ke TK
tepatnya. Tapi seperti biasanya juga ia kembali merengek untuk tidur lagi. Ia
tak mau berangkat ke sekolah. Masalahnya bukan kali ini saja ia seperti itu.
Dua hari pertama masuk sekolah setelah liburan saja ia tak pergi. barulah
seharian kemari ia mau, itu pun karena ibuku juga pergi dan menungguinya sampai
pulang.
Maka terjadilah
kejadian yang mengingatkanku pada beberapa tahun silam saat aku diperlakukan
sama oleh sang bapak. Saat adikku masih menangis di bawah selimut dan bilang ia
tidak mau ke sekolah, tau-tau bapak dari dapur membentak.
“Apa-apaan
ini, tidak mau ke sekolah lagi padahal kemarin sudah berjanji. Kebiasaan ini.”
Bentak Bapak. Aku saja kaget mendengarnya, ibuku yang masih membujuk adikku
juga kaget. Adikku lebih kaget lagi ia sampai terisak-isak dan menurut saja
saat ibu membawanya ke kamar mandi untuk segera mandi.

Aku yang
sedang duduk mengetik tak tahu kalau
ternyata bapak menyusul ke kamar mandi saat mendengar adikku itu masih tidak
mau ke sekolah. Bukan tanpa apa-apa, ternyata di tangan bapak ada kayu.
“Tidak mau
ke sekolah lagi? Ini setan malasnya mau di pukul ternyata.” Dan detik
berikutnya terdengar teriakan adikku.
“Aku mau
pergi. Aku mau ke sekolah ... hu,hu,hu.”
Saat bapak
keluar dari kamar mandi, aku lihat di tangannya memang ada kayu. Sungguh, aku
tak percaya akan hal itu. Aku pikir hanya aku dan ketiga adikku yang mengalami
ketegasan bapak dalam mendidik kami, nyatanya si kecil Hanif juga kena. Tapi
aku senang karena kenangan masa laluku kembali terpampang jelas di depan mata.
Juga karena adikku akhirnya ke sekolah juga.
Bedanya
jika dulu aku yang mengalami dan benar-benar melihat muka bapak yang tanpa
senyuman, tapi tadi ada senyum di wajah bapak. Seakan menjelaskan itu hanya
ekting semata.
“Kalau
tidak ganti metode mana bisa berubah. Bukankah kemarin-kemarin suah
dilembutin?” Ucap beliau sambil tersenyum. Dan memang di hari-hari sebelumnya
adikku sudah dibujuk baik-baik, dilembuti bahkan dibiarkan tak ke sekolah.
“Bapak
pukul?” Tanyaku.
“Tidaklah.”
Dan sekali
lagi rasa kagumku pada bapak semakin bertambah. Ketegasan dalam mendidik
anak-anaknya tidak hilang dari diri bapak. Ya setidaknya aku kini menyadari
pentingnya hal itu untuk masa depan kami, anak-anaknya. Lagian baru kali ini
aku melihat bapak marah pada adik bungsuku itu. Selama ini kemauannya dituruti
saja. Mungkin kali ini dia akan jera dan rajin ke sekolah. Dan lagi, kisah ini
telah aku abadikan. Semoga juga keluarga kami selalu dalam perisai perlindungan-Nya.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)