Rabu, 12 September 2012

Kisah Sesaat

Aku menemuinya. Memberanikan diriku berada di hadapannya. Pun mataku tak juga berani menatapnya. Walau sesekali mencuri pandang padanya.
Banyak yang berubah dari wajahnya. Di sana ada wibawa. Ada ketenangan. Bahkan senyum manis yang terpancar indah. Bersinar. Membuatku makin sadar telah berada jauh. TERTINGGAL.
Aku mendiaminya. Tak berani berucap satu kata pun. Padanya. Sedang pada yang lain aku mampu tertawa. Hingga tanya terlontar darinya, untukku.
Baralah yang ada di dadaku. Entah kebencian atau sebaliknya. Sikapku masih sama nyatanya. Sedang dia, mungkin saja hampir sempurna melebihi indahnya malam juga lebih bersinar dari siang.
Ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya.  Seberapa jauh ia melangkah? Sebesar apa yang telah ia tuai? Setinggi apa yang telah ia daki? Juga sebesar apa rasa yang masih ia pertahankan?
Beberapa pertanyaan bodoh lain juga masih aku simpan. Bodoh? Tapi itulah keahlianku. Kebodohan. Tapi ... sebatas tanya dalam angan, sebab bibirku terkunci rapat. Bahkan udara tak ada celah untuk masuk.
Aku baru tersadar saat ada jarak, mata kembali mencari. Ia ada di mana. Duduk bersama siapa. Adakah matanya juga mencariku.  Tak ada jawab, sebab jarak sudah kembali memisahkan. Pun hanya sejengkal.
Berakhir sama dengan sebeulmnya. Pisah tanpa memperoleh jawaban. Hanya tergantung dalam tanya semata. Entah kapan dapat kembali bertatap mata. Menyesal? Sepertinya itu sudah jadi hal lumrah bagiku.
Aku dan dia? Takdir masih bermain-main dengan perannya. Masih gelap walau dengan setitik cahaya. Tetap gelap. Sebab aku tak juga bisa menerka, takdirku dan dia kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)