Rabu, 12 September 2012

Aku Akan Memilihmu


Aku akan memilihmu setelah sujud panjangku terjawabkan kepastian. Kepastian tentangmu yang tak aku tahu siapa. Bukan sebagai ambang keputusasaanku akan siapa pendampingku. BUKAN!
Aku akan memilihmu lewat petunjuk-Nya. Lewat sebait doa yang kupanjatkan, tentang kebaikanku juga dirimu.
Aku akan memilihmu, setelah Dia memberiku keyakinan akan pilihan yang aku ambil tak akan membawa kemurkaan-Nya.
Aku akan memilihmu dari sekian yang menghampiri. Dengan ucapan basmalah yang merdu, dengan izin-Nya yang mengirimmu untuk jadi imam hidupku.
Aku akan memilihmu, sebab kau pun telah memilihku.

“Cie ... yang lagi jatuh cinta ... “ Si biang masala Fatih meledek.
“Siapa?” Tanyaku.
“Kamulah Laila, siapa lagi coba.” Jawabnya.
“Masa sih?” Aku balik nanya. Sekedar ingin tahu pendapatnya.
“Tulisannya itu loh, ngarah banget.” Tuh kan.
“Ngarah? Sama siapa?” Aku coba mencari tahu arah analisisnya.
“Itu loh si pendiam.”
“Dia punya nama kali.”
“Ye ... dibelain tuh.”
“Ya ... kan ada namanya bukan si pendiam.”
“Iya, iya ... tapi benar dia?” Dia tak akan kubiarkan menang.
“Entah ... bisa iya bisa tidak.” Jawabku.
“Kamu emang pintar debat.” Benar saja ia kalah.

Aku akan memilihmu, menjdaikanmu imam dalam tiap langkahku. Menjadi penerang dalam gelapnya jalan yang kutempuh.
Aku akan memilihmu, menjadikanmu raja dalam kerajaan kecil yang akan kita bangun. Sedang aku kan jadi ratu yang akan terus mendampingimu, semampuku.
Aku akan memilihmu, menjadikanmu ayah dari putra putri yang shaleh. Atas kehendak-Nya tentu saja.

“Wah, makin ngawur ini. Sampai ada putra, putri segala.” Mulai lagi deh komentarnya.
“Memang kenapa? Tujuannya untuk apat keturunan kan?” Kubalas komentarnya dengan pertanyaan, tak mungkin juga ia jawab.
“Iya deh.” Benarkan dia pasrah.

Aku akan memilihmu ...

“Lanjutannya mana?” Kali ini Fatih menatapku. Buku yang beberapa menit lalu direbutnya dariku dikembalikan.
“Kenapa memangnya?” Tanyaku.
“Penasaran tahu, kali aja di kalimat terakhir ada nama orang yang kamu tujukan kata-kata manismu itu.” Lagi-lagi ia berkata sinis.
” Baiklah aku lanjutkan. Aku akan memilihmu setelah kau berbenah diri dan aku merasa siap tuk berjalan berdampingan denganmu. Aku akan memilihmu, jika kita telah sama-sama siap.” Kali ini aku saksikan wajah si biang masalah memerah. Setelah sekian lama sekelas dengannya, baru kali ini kudapati wajahnya seperti itu. Tanpasepatah  kata lagi, ia lantas pergi dari kelas. Meninggalkan aku yang tak mengerti.
&&&
Kejadian itu masih terkenang dalam ingatanku. Saat Fatih diam-diam masuk kelas dan mendapatiku menulis di buku catatanku. Aku tak melihatnya datang, baru tersadar saat ia tertawa di belakangku. Lalu ketika akan menutup bukuku, nyatanya sudah terlambat karena buku itu telah berpindah ke tangannya.
Sesaat ia membaca tulisanku. Karena sepertinya ia tak paham maka diulang lagi. Barulah ia berkomentar saat aku hanya diam dan tak lagi berusaha merebut buku itu. Lagi pula tak mungkin aku yang seorang muslimah tak menjaga jarak dari Fatih.
Hingga ia menuntaskan membaca tulisanku dengan selingan komentar-komentarnya, tak kusangka jawaban terakhirku membuatnya tak pernah lagi menggangguku. Bahkan teman-teman  yang lain hususnya para cewek di kelas. Walau agak aneh dan aku tak mengerti mengapa bisa, aku tetap bersyukur. Ternyata ada juga hal-hal kecil yang bisa membuat orang berubah.
Fatih yang dari semester satu  suka mengganggu aku dan teman-teman cewek lain telah berubah. Bahkan sangat berubah, sampai-sampai dosen dibuatnya heran. Begitulah kisah Fatih dan aku, terjadi setelah menginjak tahun terakhir kami kuliah bersama. Dan kini kisah itu telah berlalu.
&&&
Aku kini memilihmu ...
Aku kini memilihmu Sebab lewat dirimu Dia mengubahku dengan cara sederhana.mengubahku
Aku akhirnya memilihmu karena hanya kau pilihan terbaik yang diperuntukkan-Nya bagiku.
Aku akhirnya memilihmu Laila.
Aku memilihmu tuk jadi ratu dalam hidupku.
Fatih.

Secarik kertas itu aku peroleh sesaat sebelum duduk dalam kamar megah ini. Fatih telah menjadi pengusaha sukses yang saleh. Ia mendatangiku di saat yang tepat. Saat aku benar-benar telah siap dan dia juga telah siap. Ia menjadi koma dalam hidupku, untuk melangkah maju mengarungi bahtera rumah tangga. Pembatas masa lalu dengan kehidupanku kelak. Sebelum sirna lantunan kata yang kami ungkap. Sebelum Dia menjatuhkan titik akhir kehidupan bagi kami. Aku yang telah memilih Fatih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)