Rabu, 18 Juli 2012

BADAI CINTA TIARA

Kisah cinta itu misteri, hari ini mungkin mengatakan ‘Aku mencintaimu’ tapi esok hari entah ia masih sama. Cinta itu penyakit, tatkala ia datang dengan cara yang salah. Cinta kebohongan belaka.
Cinta itu, luka...
***
Salahkah? Pertemuan denganmu adalah takdir terindah yang pernah aku rasakan. Aku tak menyangka, kekaguman yang aku pelihara terhadapmu berbuah rasa yang tak pernah aku duga, dan tahukah kau akan hal itu duhai tuan?
Walau lidah tak mungkin menyebut namamu, pandangan mata tak sanggup menghayalkanmu, namun aku tak sanggup tuk berdusta jika rasa itu telah menguasai relung-relung sukmaku. Salahkah duhai tuan?
Aku sadar, mengharpkanmu adalah sebuah kebodohan.Yah, kau terlalu jauh bagi seorang gadis bodoh sepertiku. Aku memelihara penyakit yang tak aku tahu obatnya, dan itu karenamu. Akupun tak menyalahkanmu,
Sungguh, ini salahku, karena itu aku mohon maafkan  kebodohanku, yang menaruh rasa teramat tinggi padamu.
            Tiara, menutup buku hariannya. Menaruhnya di laci, lantas pergi ke kamar mandi. Malam itu untuk kesekian kalinya ia menggambarkan perasaannya pada seorang leki-laki yang berada di seberang tembok. Orang yang menyentuh hatinya dengan cinta.
***
Aku tahu, perasaanku tak akan pernah berdusta, kata hati tak pernah mungkir. Hatiku tergelitik. Aku merasakan seluruh darahku memanas. Hatiku deg-degan, suarnya berdentuman tak beraturan, akalku tak mampu aku kendalikan. Aku tau ini akan terjadi, tapi aku tak mempersiapkan diri untuknya.
Sebuah kalimat indah ia tujukan padaku, tak ayal membutku salah tingkah di malam yang sunyi, tak ada yang melihatku, tapi aku sungguh malu dibuatnya, bagaimana mungkin itu ia ucapkan. Ya Robb, akankah ini ujian untukku ataukah anugrah?
Jika ini ujian, aku mohon pinjamkan aku sedikit kekuatanMu tuk menghadapinya. Namun jika ini anugrah untukku, jangan biarkan aku terlena padanya, aku tetap ingin cinta sejati dariMu,  walau cinta di dunia ini menjadi penghiasnya, aku tetap berharap Engkau yang pertama mengisi kekosongan cintaku ya Rob.
“I love you.”
Kata-kata itu bagiku hanya untuk mereka pemuja cinta, awalnya. Tak pernah membayangkan akan ada yang menujukan kalimat singkat yang membuat orang gila itu padaku. Apa lagi darinya, mustahil.  Aku selalu menganggapnya jauh di atasku, bukan berarti aku mendewakannya, sama sekali tidak. Hanya anggapan ia terlalu sempurna, menjadikanku tak pantas mengharapkannya. Selain itu aku sangat takut suatu saat  amalnku berbelok arah karena dirinya, aku sungguh takut akan hal itu. Tapi untuk menjauhinya aku juga tak mampu, tepatnya tidak mau.
Kata-katanya bagai air yang aku minum kala benar-benar kehausan, memberikan tenaga yang mampu membuatku bangkit dari keterpurukan. Nasehatnya penuh makna, mengalir dari ilmu-ilmu yang ia dapatkan. Aku mengaguminya. Kearifan serta bijaksananya membuatku memandang sosok pemimpin yang baik mungkin di dunia, tapi harapanku hingga kelak di akhirat. Tapi apakah ia pemimpin untukku? Entahlah.
Aku selalu berharap dapat yang terbaik dari Sang pembolak-balik hati manusia, begitupun dengannya. Ungkapannya bagiku memang membahagiakan. Tapi, aku tetap harus berpikir, berharap boleh saja,Tuhan yang menentukan.
Aku hanya akan berdoa untuk itu. Aku mengikuti katanya, “Suka ataupun sayang, namun bukan berarti kita pacaran!”
 “Aku tahu, kamu anti kata-kata itu, bagiku cukup kita saling menyemangati juga menasehati.”
Senyumku mengembang, inilah perasaan itu, datang padaku tuk kesekian kalinya, meracuni hati dan pikiranku, namun tetap aku menikmatinya. Dia pasti bisa mengendalikan perasaannya, semoga akupun demikian halnya. Akan ada waktunya aku menemukan pemilik tulang rusuk yang harus aku lengkapi. Entah dia atau yang lain, tapi semoga itu Dia. Aku sungguh berharap.
***


            Namun cinta tak pernah berpihak padanya, seakan cinta sangat membenci dirinya, ia selalu beranggapan begitu, sebab cinta yang ia rasakan selalu berbuah kepediha  yang menikam hatinya.
***
Maaf atas kelancanganku padamu,
Itulah diriku yang sebenarnya, wanita yang selalu berharapa pada cinta yang sesungguhnya tak pantas aku miliki.
Aku tahu, kau tak akan tahu maksud dari semua ini, anggap saja angin lalu yang tak berbekas untukmu.
Bahkan aku tak pantas untuk berharap padamu.
Setidaknya rasa yang aku pendam telah aku keluarkan..
Maaf sungguh aku memohon  maaf  padamu duhai tuan...
***
Latif, nama laki-laki yang selalu mencuri perhatiannya. Bukan karena ketampanan, kekayaan, justru karena ia mengagap laki-laki itu berbeda dari yang lain. Pintar, alim itulah dua paduan yang membuat hatinya tak ingin melepaskan sebuah selipan rasa yang ada hingga kini.
Tiga tahun bukan waktu yang sebentar untuk menyimpan perasaan itu. sejak ia memasuki dunia asrama, pesanteren, dari jauh ia telah sangat berharap pada laki-laki yang dikaguminya. Semakin ia tahu tentang sang pujaan hati, samakin sakitlah hatinya, bukan hanya ia yang menaruh hati pada sang kumbang. Bahkan teaman-temannya sesama putri yang lebih agresif mendekati sang pujaan hati.
Dirinya, hanya bisa memandang dari jauh. Hingga tiga tahun berakhir, tak sekalipun ia berbicara pada laki-laki itu. perpisahan terjadi, ia hanya mampu meratapi kepergian, tak ada kata terucap.
***
Ia sudah memutuskan untuk tetap berada di tempat itu, hingga tiga tahun kemudian, perubahan terjadi pada gadis pendiam  itu, ia ungkapkan perasaannya yang tak tertahankan pada laki-laki yang ia cintai, Tiara tak berharap mereka pacaran, ia hanya ingin melegakan hatinya, sekalipun rasa ingin memeliki juga berkecamuk dalam sukmanya.
Laki-laki itu menghargai perasaan Tiara, namun tak ada ikatan antara mereka, pacaran bukan hal yang ingin mereka lalui, sedangkan menikah bukan hal yang mungkin mereka lakukan, Sekarang.
Tiara, gadis yang selalu merasakan siksaan perasaannya sendiri, hingga berdarah-darah sekalipun taka akan ada yang mengerti akan perasaannya itu.
***
Waktu berputar, Latif laki-laki yang ingin mencapai cita-citanya tak akan banyak peduli hanya karena perasaan seorang gadis bodoh pengagumnya, enam tahun berlalu, ia tetap seperti dirinya yang dulu, dingin. Hanya mampu  mengucap, “I LOVE YOU.” lalu setelahnya mengucap kata, “Tak usah berharap.” Ia tak peranah tahu kata-katanya menebar luka di hati sang gadis.
Perasaan melambung tinggi, namun dalam sekejap terhempas jatuh dengan kerasnya ke dalam kerak bumi.  Perih, teriris-iris, tak tahu melukiskan perasaannya kini, Tiara tak berucap lagi, ia mundur, membawa luka bersama dirinya. Tak akan menoleh ke belakang lagi.
***
Aku terluaka...
Tak perlu kuceritakan mengapa bisa
Kaupun tahu mengapa
Karena tak ada selainnya
Bunga berbau harum.
Beracun dikemudian hari
Menikam dalam sanubari
Mengninggalkan luka tak terobati
Perih, sungguh...
Kata-kata Tiara habis kini, air mata mengalir tak ia sadari. Cinta baginya adalah luka. Selalu itu yang ia hadirkan, cinta yang selalu menyiksa menghadirkan rasa menyiksa yang tak ada habisnya.
Ia berlari...
Hilang ditelan badai cinta yang terluka.
2020...
Laki-laki itu mencapai kesuksesannya dengan gemilang, namun ada yang selalu ia rasakan kurang dalam  hatinya, ada yang hilang. Semakin ia mencari apa yang ia anggap hilang, semakin bingung juga ia dibuatnya.
Angannya kembali pada sebuah peristiwa,
“I LOVE YOU.”
“TIDAK USAH BERHARAP.”
Dua kalimat  yang ia ucapkan dan sangat bertolak belakang.
Yah, gadis itu, dimana ia kini...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)