“Karena aku tak pernah bisa
menyukaimu.”
Rumit. Itulah dirimu. Gambaran
yang paling sesuai denganmu adalah rumit. Sangat. Kuputuskan pergi. Menghilang
dari pandanganmu. Akankah kau mencari? Aku rasa tidak, sebab kau adalah kau.
Manusia paling angkuh yang kukenal. Sayangnya, aku jatuh karenamu. Jatuh dalam
perangkapmu.
Kini aku menghitung detik yang
enggan berlalu. Perputaran jam tersa sangat lambat. Berbeda dengan sebelumnya.
Saat dirimu masih ada. Saat aku masih berputar mengelilingimu. Bak bumi
mengelilingi matahari. Dan aku masih sama. Masih menyimpan rasa. Masih
bersembunyi, menghindarimu.
Dibalik pintu kamar aku menangis.
Menangis lantas mengenang, wajahmu. Lagi. mengapa tidak berhentii saja? Sisi
lain hatiku berontak juga. Apa daya, rasa masih sama, masih bermain dengan bara
api. Melelahkan. Sungguh.
“Mengapa dia?” tanyaku.
“Dia cantik, pintar, aku nyaman
bersamanya,”jawabmu.
“Tapi...”
“Maaf.”
Langkahmu menjauh hari itu. hari
terakhir kali aku melihatmu.
Benar! Cinta dan dirimu sama.
Rumit. Melelahkan. Kuputuskan pergi. Benar-benar pergi. Membawa kerumitan yang
tak pernah terjawabkan.
EPILOG
Pagi itu rumah Jeny tak seperti
biasanya. Tampak orang berantrian masuk. Padahal rumah itu hanya dihuni seorang
gadis. Jeny. Dia bahkan tidak mengadakan
pesta. Hanya saja, di kamarnya ditemukan mayat berlumuran darah. Mayat pemilik
rumah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)