Kamis, 21 Juni 2012

LULUS CINTA

“Ujian itu tuk penguat. Dari ujian itu kamu akan semakin tangguh.” Kata-kata bapak kembali terngiang di telingaku. Tapi haruskah lagi?
Aku kembali tenggelam dalam mimpi buruk saat jatuh cinta. Lantas bagaiman aku melawannya, jika hatiku bukan sepenuhnya milikku? Dua hari yang lalu aku menemukan diriku kembali terperangkap asmara. Sedang masih kuingat dua bulan lalu aku sakit karena cinta. Belum bulan-bulan sebelumnya.
Aku menerima takdirku sebagai laki-laki pengejar cinta. Karena lazimnya laki-laki yang mengungkap rasa. Tapi apa daya, upaya telah dikerahkan dan penolakan jadi akhirnya. Aku bersikap tangguh di hadapan kembang yang menolak kehadiranku. Melihatnya mekar bersama kumbang lain. Namun jika membelah isi dadaku, mungkin tak terhitung jahitan yang ada di sana. Jahitan luka.
Pertama Dila. Aku melihatnya pertama kali saat pendaftaran masuk universitas. Jatuh hati, pendekatan, lalu ditolak. Pada Rena juga, ia gadis sederhana. Bahkan terkesan tak ada yang menaruh hati padanya. Jadilah aku mendekatinya. Menjemputnya, mentraktir dia makan. Sampai tugasnya aku kerjakan. Namun ternyata hasilnya. Ia telah punya kekasih, seorang dokter.
Fara beda lagi. Karena mendekati teman sekampus sendiri aku tak pernah berhasil, jadilah aku cari sasaran lain. Fara masih SMA sifatnya agak tomboy. sering lewat depan kos yang aku tempati. Aku pikir dia menaruh hati padaku. Ternyata, dia naksir Lala. Gadis kalem, anak pemilik kos. Patahlah hatiku. Aku kaget!
Masih banyak yang lain. Dan aku pejuang cinta, bukan pejuang jika tak jatuh. Tapi ini berkali-kali, hingga aku tak sanggup menghitungnya lagi.
Hingga dua hari yang lalu.
“Nak, pulanglah. Ada yang haruus dibicarakan.” Bapak menyuruhku pulang. Aku tidak tahu karena apa. Sebagai anak yang berbakti, aku pun pulang.
Alangkah kagetnya aku setelah sampai di rumah. Semua menanti kepulanganku. Aku pikir Nenekku yang sakit makanya rumahku ramai. Ternyata yang kudapati sebuah fakta mengejutkan. Aku dijodohkan. Dengan Lala.
“Sebenarnya sudah lama kami merencanakan perjodohan ini,” ucap bapak.
“Saat memintamu tinggal di kos yang mereka punya juga itu sebagai cara  mempertemukanmu dengan Lala,” lanjut bapak.
Aku benar-benar tak mengerti. Memang, yang aku tahu Lala dijodohkan. Ia sendiri yang mengatakannya padaku. Itu juga yang menjadi alasan aku tidak mendekatinya. Padahal dari semua gadis yang aku dekati, tak ada yang secantik dia.
Kulirik Lala yang tak jua bersuara. Bukan penolakan yan aku dapati. Namun pipinya yang bersemu merah. Cantik sekali.  Setelah mengalami serentetan penolakan, akhirnya kudapatkan tempat berlabuh. Lala, hatiku bernada riang akhirnya. Aku lulus ujian cinta. Kini benar-benar terbakar cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)