LULUS CINTA
“Ujian itu tuk penguat. Dari
ujian itu kamu akan semakin tangguh.” Kata-kata bapak kembali terngiang di
telingaku. Tapi haruskah lagi?
Aku kembali tenggelam dalam mimpi
buruk saat jatuh cinta. Lantas bagaiman aku melawannya, jika hatiku bukan
sepenuhnya milikku? Dua hari yang lalu aku menemukan diriku kembali
terperangkap asmara. Sedang masih kuingat dua bulan lalu aku sakit karena
cinta. Belum bulan-bulan sebelumnya.
Aku menerima takdirku sebagai
laki-laki pengejar cinta. Karena lazimnya laki-laki yang mengungkap rasa. Tapi
apa daya, upaya telah dikerahkan dan penolakan jadi akhirnya. Aku bersikap
tangguh di hadapan kembang yang menolak kehadiranku. Melihatnya mekar bersama
kumbang lain. Namun jika membelah isi dadaku, mungkin tak terhitung jahitan
yang ada di sana. Jahitan luka.
Pertama Dila. Aku melihatnya
pertama kali saat pendaftaran masuk universitas. Jatuh hati, pendekatan, lalu
ditolak. Pada Rena juga, ia gadis sederhana. Bahkan terkesan tak ada yang
menaruh hati padanya. Jadilah aku mendekatinya. Menjemputnya, mentraktir dia
makan. Sampai tugasnya aku kerjakan. Namun ternyata hasilnya. Ia telah punya
kekasih, seorang dokter.
Fara beda lagi. Karena mendekati
teman sekampus sendiri aku tak pernah berhasil, jadilah aku cari sasaran lain.
Fara masih SMA sifatnya agak tomboy. sering lewat depan kos yang aku tempati.
Aku pikir dia menaruh hati padaku. Ternyata, dia naksir Lala. Gadis kalem, anak
pemilik kos. Patahlah hatiku. Aku kaget!
Masih banyak yang lain. Dan aku
pejuang cinta, bukan pejuang jika tak jatuh. Tapi ini berkali-kali, hingga aku
tak sanggup menghitungnya lagi.
Hingga dua hari yang lalu.
“Nak, pulanglah. Ada yang haruus
dibicarakan.” Bapak menyuruhku pulang. Aku tidak tahu karena apa. Sebagai anak
yang berbakti, aku pun pulang.
Alangkah kagetnya aku setelah
sampai di rumah. Semua menanti kepulanganku. Aku pikir Nenekku yang sakit
makanya rumahku ramai. Ternyata yang kudapati sebuah fakta mengejutkan. Aku
dijodohkan. Dengan Lala.
“Sebenarnya sudah lama kami
merencanakan perjodohan ini,” ucap bapak.
“Saat memintamu tinggal di kos
yang mereka punya juga itu sebagai cara
mempertemukanmu dengan Lala,” lanjut bapak.
Aku benar-benar tak mengerti.
Memang, yang aku tahu Lala dijodohkan. Ia sendiri yang mengatakannya padaku.
Itu juga yang menjadi alasan aku tidak mendekatinya. Padahal dari semua gadis
yang aku dekati, tak ada yang secantik dia.
Kulirik Lala yang tak jua
bersuara. Bukan penolakan yan aku dapati. Namun pipinya yang bersemu merah.
Cantik sekali. Setelah mengalami
serentetan penolakan, akhirnya kudapatkan tempat berlabuh. Lala, hatiku bernada
riang akhirnya. Aku lulus ujian cinta. Kini benar-benar terbakar cinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)