8 Maret 2012
“Ada katak kasih makan gajah!” ucap
Ira pada pada suapan kedua.
Malam itu
hujan turun tak deras lagi. Sudah sejak sore hujan menyapa kampung mereka yang
terletak di lereng gunung. Ira yang sedang melahap agar-agar buatan Ibu
sesekali juga menyuapi Dea, kakaknya. Mereka yang biasanya cakar-cakaran kali
itu terlihat akur. Tak lupa sesekali bersenda gurau saling mengejek.
“Ada katak
memikul kerbau, Kak Dea cantik sayangnya bau.” Bukannya marah Dea malah
tertawa, ternyata adiknya yang katanya benci pelajaran Bahasa Indonesia malah ahli
bermain pantun.
“Aa...”Dea
berbalik lagi pada adiknya minta disuapi lagi. Senyum Ira mengembang pertanda
mendapat akal tuk menjaili kakaknya.
“Jangan
dibanyakin dong!” sambil berusah mengunyah suapan adiknya.
“Salah
sendiri, masa aku yang adik malah suapin kakak.”
“Kapan lagi
coba? Nanti juga kalau sudah kembali kuliah, tidak lagi minta kamu yang suapin.”
“Wah...jangan
balik dululah!”
“Bilang saja
belum mau pisah dengan notebookku.”
“Tau saja
kakak ini.”
Kembali Dea
melanjutkan ketikannya, juga membalas satu persatu SMS teman-teman kuliahnya.
Ungkapan rindupun salin terkirim. Dea merasa walau kadang jengkel pada
teman-temannya, namun saat berpisah ada saja rasa rindu yang mencekam hatinya.
Ada juga
kabar Adawiah, teman sekelasnya yang mau ambil cuti kuliah. Katanya mau ambil
cuti tuk menghapal Al-Qu’an. Dea tentu saja salut, selama ini ia juga punya
harapan tuk menghapal. Sayangnya tak pernah kesampaian. Niatnya ada, tapi Dea
sangat suliy merealisasikannya.
“Kapan nih
menikahnya?”
“Kamu
sendiri kapan terima lamaran saya?” itu bukan pertanyaan serius, di belakangnya
ada tambahan, ‘just kiding’. Tapi cukup membuat jantung Dea melompat. Ia jadi
bertanya bagaimana jika pertanyaan itu dilontarkan untuknya dengan
sungguh-sungguh? Ada-ada saja si Mr.Kaca mata
Itulah teman
SMSan Dea yang lain. Sebenarnya Dea tak berharap dapat balasan, karena
setahunya orang itu tak suka meladeni pertanyaan basa-basi. Toh akhirnya
percakapan mereka via SMS itu berlanjut. Tak tanggu-tanggung pembahasannya
merupakan hal yang membuat Dea penasarn akhir-akhir ini, meski berusah tak
ambil pusing.
“Tidak
jadi.”
Jawaban itu
yang membayar pertanyaan gadis yang masih menatap layar sejak tadi. Rasa kasihan
memenuhi relung hati, juga perasaan lega. Dea merasa jadi orang jahat saat itu juga.
“Biarpun dia
mau tapi walinya tidak, sama saja nol.” Sambungnya lagi, iba juga hati Dea,
bagaimanapun Dea tau calon senoirnya itu dari Facebook. Setahunya gadis yang
dilamar Mr.Kaca mata itu sudah siap menikah, malah sangat berharap lamaran itu
diterima orang tuanya. Sayangnya wali sang calon tak menerima. Maka dari
penuturan Mr.Kaca mata batallah rencana suci itu.
SMS dengan
Mr.Kaca mata berakhir, Ira, Jara, dan Hanif masuk kamar mulai ribut menganggu
konsentrasi Dea. Belum lagi mutar lagu-lagu dari Negri Gingseng. Dari Cn Blue,
Shinee, Super Junior, dan lain-lain. Dea sebenarnya suka saja, toh lagu-lagu
itu ada di Hpnya namun berhubung ia sedang menulis, imajinasinya agak
terganggu.
Malam itu
belum berakhir, bahkan dalam setiap kata yang dituliskan Dea tak ada makna yang
tersimpan. Hanya mengalir sesui apa yang terjadi malam itu. Jemarinya telah
lelah sama juga dengan hujan yang perlahan-lahan bersembunyi kembali di balik
awan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)