Jumat, 27 Januari 2012

Cinta Segitiga

“Sejak kapan kamu selingkuh hah?!?”
“Akukan sudah bilang tidak selingkuh, apa-apan kamu, menuduh sembarangan.” Tak ada nada marah yang membara.
            “He... kamu pikir aku bodoh?"
Emang iya.
            “Kenapa diam?!?”
            “Apa gunanya menyangkal, toh kamu tidak akan percaya.”
            “Dasar bodoh!!”
            Kamu yang bodoh!
***
Hujan membelai bumi dengan lembutnya, seakan tak ingin bumi terluka.
“Bagaiman tadi?”
“Apanya?”
“Dia sangat marah yah?”
Hembusan nafas berat menjadi jawabannya tanya.
“Maafkan aku tak bisa menemanimu.”
“Tak apa, lagi pula ini salahku yang tak tahan berlama-lama dengannya, juga tak bisa hidup tampamu. Dengannya aku akan kering, makanya aku butuh kau juga biar aku mendapat kesejukan.”
“Kau menyesala?”
“Tidak, dengan begini tak banyak jiwa yang terluka.”
“Bagai mana dengannya?”
“Dia akan mengerti suatu saat nanti.”
Hujan semakin deras menemani bumi.
***
Sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
“Apa yang kau lakukan? Aku hanya pergi sebentar dan kau...” matanya terbelalak, menakutkan.
“A...aku...maaf, aku tak mungkin hidup tanpa dia. Ta..tapi aku juga membutuhkanmu.”
“APA?!!?”
“Maafkan aku.”
“Tuk kali ini, aku tak akan membiarkanmu lagi. Sedikit pun, tak akan kuberi waktu kau menemuinya.”
Sebulan berlalu...
Bumi tampak makin kurus dan kering, tak ada lagi senyum ceria sang mentari. Juga tak ada hujan rintik-rintik membawa pelangi. Matahari tak pernah berkedip menatap bumi.
Hingga akhirnya bumi...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)