Kamis, 27 November 2014

Yang Tak Terucap

Brakkk!!!

Pintu rumah dibenting keras olehnya. Ia pergi tanpa mendengarkan penjelasan dariku. Aku pasrah dalam kebisuan sunyi. Kemana perginya dia yang dulu? dimana pula keagungan cinta yang pernah ia perlihatkan padaku?
***
Wawan termenung di kursi kerjanya. Hampir tiga tahun usia pernikahannya dengan Dewi. Sudah banyak yang keduanya lalui, namun yang paling membuatnya khawatir adalah sikap Dewi padanya yang tidak pernah berubah. Pun saat fakta menyakitkan datang menghampiri keluarga kecil mereka. Fakta bahwa mereka tidak akan dikaruniai anak karena Wawan mandul.
“Wi, kalau kamu minta aku bisa menceraikanmu,” ucap Wawan suatu hari.
“Apa-apaan sih, jangan bercanda yang aneh-aneh deh!” balas Dewi sambil tersenyum manis.
“Aku serius, Wi!”
“Tapi ... sedikit pun aku tak pernah memikirkan hal itu,” Melihat sikap Dewi yang begitu teguh, Wawan pun tidak rela mengambil keputusan sepihak. Terlebih lagi, ia sangat mencintai wanita yang telah menjadi istrinya itu.
Tapi, Wawan mulai dihinggapi rasa takut. Takut kehilangan, takut Dewi berpaling. Ia tidak ingin kehilangan cintanya. Hal itu pula yang mendasari sikapnya berubah. Ia mulai enggan pulang ke rumah, bukan karena benci pada istrinya sebaliknya ia menahan gejolak rindu dalam dadanya. Jika Dewi bertanya, ia hanya akan memberikan alasan yang sama tiap saat. Alasan pekerjaan. Lalu kejadian yang sangat ia takutkan terjadi. Tepatnya dua hari yang lalu.
asaljadi.com
Malam itu Wawan sudah mempersiapkan kejutan untuk istrinya. Wawan sadar sudah lama tidak memberikan suprise untuk istrinya. Maka setelah pulang dari kantor ia pun singgah di toko bunga. Ia pun mengatur segalanya. Setelah semuanya beres ia pun bergegas pulang ke rumah.
“Wah, ada apa nih Wan? Lagi seneng ya?” tanya seorang tetangga rumahnya saat ia sudah hampir sampai. Mendengar perkataan itu Wawan hanya tersenyum.
“Paling juga sebentar lagi dia marah,” ucap anak tetangganya, Yani. Sudah lama gadis itu menaruh hati pada Wawan makanya ia sering memanas-manasi laki-laki itu.
“Maksudmu?”
“Kamu itu bodoh banget yah, Wan. Ngga bisa bedain perempuan baik-baik dan yang pura-pura baik!” ucap Yani membuat Wawan semakin tidak mengerti.
“Apa maksudmu sebenarnya?”
“Pulang saja sana, dan lihat kelakuan istrimu itu!” jawab Yani sinis.
Tanpa bertanya lagi Wawan pun bergegas ke rumahnya. Tanpa mengucapkan salam ia menerobos masuk. Tidak ada siapa-siapa di ruang tamu. Amarah semakin menguasainya. Prasangka yang paling ia hindari mulai terpikir begitu saja.
“Hahaha ... kamu ini masih seperti dulu ternyata, takut pada ... “
Suara tawa itu diikuti oleh kehadiran sosok laki-laki dan istrinya yang baru saja keluar dari kamar. Kamar miliknya dan istrinya. Wawan kalap secepat kilat di arahkan bogem mentahnya pada laki-laki di hadapannya. Dewi menjerit, menangis memohon Wawan mendengarkan penjelasannya. Tapi tidak dengan suaminya, ia sudah kehilangan kendali.
***
Seharusnya kamu tahu aku. Harusnya kamu kembali dan mendengarkan semuanya. Harusnya! Tapi kenapa kamu tidak kembali, Mas?
Aku akan menunggu! Menunggumu kembali lagi ke sisiku, lalu menjelaskan semua kesalahpahaman kita. Semuanya!
Satu yang harus kamu tahu, cintaku hanya untukmu seorang, Mas. Ku mohon pulanglah!

2 komentar:

  1. Wah saya bingung dengan endingnya
    "Seharusnya kamu tahu aku. Harusnya kamu kembali dan mendengarkan semuanya. Harusnya! Tapi kenapa kamu tidak kembali, Mas?"

    Moga ada lanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe disengaja menggantung sih Kak,
      “Hahaha ... kamu ini masih seperti dulu ternyata, takut pada ... “
      kalimat itu sebenarnya menyimpan jawaban Cuman disudahin aja ceritanya :)
      Dan kelanjutannya ngga ada. Segituji Kak :)

      Hapus

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)