Ketika aku merasa bahwa, kau yang ditakdirkan untuk
kupu-kupu itu. Mahluk lemah yang sedang terpenjara oleh kesunyian. Kukatakan pula
jika kau pahlawan yang bisa membawanya terbang tak sebatas pandangan mata,
namun mengangkasa. Kuyakini, kelak jika kau akan merasa nyaman pulang ke
pelukannya. Dia penuh kasih sayang.
Aku jelmakan harapan kebersamaanmu dengannya lewat
doa-doa dalam sujudku. Kusisipkan di antara permohonan-permohonan yang kupunya.
Aku sempat berpikir, telah banyak benang doa yang kukirim agar kau dan
kupu-kupu dalam sangkar itu bersatu selamanya.
Bagaimana kau begitu yakin? Tanyamu tempohari di antara
kesibukanku menjahit kata demi kata yang kupunya. Dengan jarum tua hadiah
pertama darimu.
Aku tertawa. Kau lupa rupanya, bukankah kupu-kupu lemah
itu adalah aku?
Benar saja. Kau tersenyum, mengangguk.
Aku selalu rela jadi sandaran kupu-kupu itu. Selalu
siap membawanya mengangkasa. Hanya untuk membuatnya bahagia, katamu.
Aku tersenyum mendengarnya.
http://maranifitra.wordpress.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)