Minggu, 13 Juli 2014

Berbagi dengan Ilmu


Bukan perkara sulit menemukan sosok panutan dalam hal kebaikan. Terlebih dengan keadaan zaman saat ini. Serba canggih dan moderen. Bisa ditanyakan Om Google, iya kan? Sulitnya jika percaya gitu saja. Apa kita tahu keseharian orang?
Sedang untuk tahu sosok yang baik itu bagaimana, yang suka berbagi seperti apa kan butuh dilihat, tak hanya dengan kumpulan kata yang mewakili perbuatannya, tapi ada fakta yang dilihat. Tak cuman sekali, dua kali, musti berkali-kali dan tanpa pamrih sama sekali.
Maka jika ditanyakan siapa sosok yang menginspirasi? Jawabannya adalah orang terdekatku, sosok laki-laki yang sangat kukagumi.
Bapak
Dialah Bapak.
Aku ingin seperti Bapak. Pun masih sangat jauh dari langkah beliau. Ibarat kata, aku merangkak sedang Bapak telah berkendara.
Kenapa Bapak? Apa yang spesial?
Bapak adalah seorang guru.
Dengan profesi itu tentulah Bapak adalah panutan berbagi yang baik. Alasanku ingin menjadi guru pun karena melihat cara Bapak selama ini yang tak hanya mengajarkan ilmu namun juga mendidik murid-muridnya. Tentu pembelajaran dan didikan yang baik itu dimulai pada istri dan lima anaknya.
“Kebanyakan guru sekarang hanya mengajarkan ilmu, mendidik sebagai poin penting dilupakan,” ucap Bapak suatu waktu.
“Padahal, mengajar perkara mudah, mendidik yang sulit,” lanjutnya.
Begitulah, saat pulang kampung (saat ini saya kuliah) selalu menimba ilmu dari Bapak.
“Terus bagaimana untuk jadi pendidik, Pak?” tanyaku.
Masalah pendidikan memang selalu jadi pembahasan yang aku sukai. Anggaplah sebagai bekal jika kelak aku turun di lapangan buat berbagi ilmu. Terlebih karena Bapak sangat pandai dalam menjelaskan, selalu masuk di hati (pujian ini bukan karena beliau Bapakku.
“Mulai dari diri sendiri.” Jeda sesaat.
“Misal, kalau mau murid-murid tidak terlambat ke sekolah, gurunya dulu yang ngasih contoh. Datang lebih awal. Mau anak didik rajin shalat ke masjid, gurunya dulu dong yang ke mesjid jadi imam. Jadi teladan yang baik, dengan memulai kebaikan dari diri sendiri dulu,” jelas Bapak.
Guru yang baik memulai sesuatu dari dirinya sendiri. Bukan menyuruh semata.
**
Dan saat Ramadhan tiba (saat ini) pulang kampung adalah ritual yang tak boleh aku lewatkan. Pun saat ini tengah memasuki masa-masa sibuk di kampus. Mahasiswa tingkat akhir selalu begitu kan?
Suatu malam, pada malam kesekian ramadhan Bapak mengumumkan sebuah rencana.
“Bapak punya rencana untuk keluarga kita,” ucap Beliau.
Ibu, aku, dan adik-adikku menoleh ke arah Bapak.
“Bapak ingin melakukan safari keluarga,” lanjutnya.
Safari ramadhan memang sudah sering kami lakukan. Bahkan saat aku masih duduk di taman kanak-kanak. Biasanya Bapak akan mengajak anak-anaknya, Bapak menjadi penceramah, dan salah satu anaknya membacakan ayat suci Al-Qur’an.
“Bagaimana caranya, Pak? Pakai mobil siapa?” tanyaku.
Mana muat motor yang cuman dua dengan penumpang tujuh orang?
“Nah, begini, Bapak yang ceramah, anak-anak gadis Bapak bergantian mengaji, Mifta pertokolnya, dan si kecil Hanif membacakan terjemahan ayat-ayat Al-Qur’an.”
“Tapi kenapa musti sekeluarga?” tanyaku lagi.
Biasanya kan salah satu diantara kami sajan.
“Bapak ingin mengajak masyarakat untuk turut ambil bagian dalam dunia pendidikan. Bukan hanya melepaskan anak-anak mereka ke sekolah dan mempercayakannya pada guru. Karena memang harusnya seperti itu, guru dan orang tua harus bekerja sama,” jeda sesaat.
Bapak lagi :)
“Nah, selain itu dengan kita sekeluarga melakukan safari ramadhan, hal itu sudah menjad contoh bahwa seorang anak tak hanya dididik di sekolah, namun yang paling utama adalah di rumah. Alasan lain, ya latihan mental dong.”
Pencerahan lagi.
Maka sangat wajarlah, ketika aku menjadikan Bapak sebagai idola. Hingga ingin sepertinya yang berbagi dengan ilmu dan sangat peduli pendidikan.
**
Beberapa pertanyaan lagi yang kuajukan untuk Bapak.
“Bagaimana caranya agara bisa menjadi guru yang ikhlas dalam berbagi ilmu? Tidak sekedar karena tuntutan profesi dan gaji?”
Jawaban Bapak, “Pertama, tanamkan dalam diri bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat pada sesamanya. Kedua, berilmu dan mengajarkan ilmu hukumnya wajib. Ketiga, kebahagiaan dunia akhirat hanya bisa terwujud dengan ilmu, dan lain-lain.”
Aku bersama Bapak
Aku bertanya lagi, “Tugas guru kan mengajar dan mendidik, bagaimana agar keduanya seiring dan sejalan?”
Dijawab gini, “Seorang guru harus berbenah diri dalam mencari ilmu dan mengamalkannya pada diri sendiri, baru kemudian bisa mengajar dengan baik, karena dilain sisi guru adalah contoh karena ilmu dan keteladanan, prilaku, akhlak, dan lain-lain.”
Bapak, terimakasih. Kekagumanku semakin tumbuh. Tak hanya sebagai orang tua yang baik, Bapak juga guru terbaikku.

Sekian.

*NB: Lokasi tempat bertanya-tanyanya beda-beda. Ada di rumah dan di kebun. Jarak dan tempat tak menjadi soal kan? Intinya, Bapakku inspirasiku.

Bersama Kita Sebarkan Kebaikan dengan #SemangatBerbagi. Ikuti acara puncak Smarfren #SemangatBerbagi tanggal 19 Juli 2014 di Cilandak Town Square Jakarta.

dilink ke:

https://www.facebook.com/notes/smartfren/semangat-berbagi-di-smartfrenpeduli/10152207312286546

13 komentar:

  1. Masya Allah. Merinding dan terharu membacanya. Jadi kagum sama sosok Bapak. Salam takzim untuk beliau. Semoga ilmu dan amalnya berkah dunia-akhirat dan mengalir berkahnya kepada keluarganya.

    Daftar ka' jadi fans-nya Bapak nah, nomor urut 1 ^__^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih sudah mampir Kak :) Saya juga sangat kagum kak, sampai bilang, "Pengen jodoh yang sama kayak Bapak," heheheh.
      Aamiin doanya Kak.
      Nant kusampekan pas pulang hehehe.
      Wah, Si Bapak sudah ada fansnya aja neh :)

      Hapus
  2. SubhanaAllah... banyak pelajaran yang bisa diambil dari si bapak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, banyak belajar sama beliau. Terimakasih sudah mampir :)

      Hapus
  3. keren banget, sangat menginspirasi. sukses ya, titip salamku buat bapak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Moga kelka jadi orang tua yang keren juga Maulana H, minimal buat keluarga :) Makasih sudah mampir

      Hapus
  4. bener juga ya, udah jarang guru yang bisa mendidik kebanyakan bisanya mengajar..
    inspiratif banget ka..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ranii, karena mengajar emang lebih mudah. Mendidik agak sulit karena kudu dipraktekin sama diri sendiri dulu.
      Makasih ya sudah mampir. Ayo ikutan juga.

      Hapus
  5. subhanallah cerita tentang bapak ini sungguh menginspirasi. salam hormat untuk bapak ya mbak:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, mba makasih. Makanya saya juga selalu ngidolain beliau. Suka sekal dengar nasihat-nasihatnya.

      Hapus
  6. Kagum pada bapak karena beliau sosok yang terhitung langka di zaman sekarang. Dunia pendidikan sering dibuat cemar oleh segelintir oknum, namun bapak Nahla sepertinay sangat kuat memegang pedoman.
    Salam untuk bapak. makasih atdi sudah mampir ke blog saya. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ngga nyangka Mba Rohyati mampir :) Makasih.
      Iya Mba, miris dengan pemberitaan tentang tenaga pengajar yang malah merusak citranya sendiri. Padahal kan patutnya jadi teladan, penddik dan pengajar, ini malah tak jarang yang berbuat tidak baik. Semoga saya kelak bisa seperti Bapak, doakan ya Mba.
      Masama :)

      Hapus
  7. Subhanallah,,bapak emang hebat ya,,salut ama beliau,,,semoga diberikan kesehatan selalu oleh Allah..

    BalasHapus

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)