Tentang
surgaku. Tentang ibu juga tentang Bapak. Tentang adik-adik yang berceletoh
bersamaku. Bersama kami diami rumah panggung di sebuah desa yang dikelilingi
gunung-gunung. Tempat yang jauh dari keramaian kota.
Ibu,
ibu, dan ibu. Ketika memanggil namanya ada hal yang sangat aku sesalkan. Dulu sekali
saat masih anak-anak aku pernah membuat Ibu meneteskan air matanya.
Ibu
tak minta apa-apa sebenarnya, saat itu Ibu menyuruhku cuci piring. Aku kecil
sangat sulit disuruh ketika sedang bermain. Ibu meminta beberapa kali, dan
dengan gigihnya juga aku menolak. Hingga beberapa waktu tak kudengar lagi suara
Ibu.
Bersama Ibu |
Aku
yang kala itu masih duduk di sekolah dasar merasa bersalah juga. Lantas aku
hampiri Ibu yang sedang menyusui adik di kamar.
“Bu
...” panggilku.
Tak
ada sahutan. Aku semakn merasa bersalah.
Sampai
aku di samping Ibu, kudapati matanya berair. Rasa bersalah semakn menjadi.
“Bu,
aku janji pergi cuci piring sekarang, Ibu jangan menangis ya ...” pintaku.
Suaraku
juga parau kala itu. Air mataku ikut mengalir.
Pun
masih kanak-kanak tapi aku juga tahu bagaimana dosanya seorang anak yang
durhaka.
“Ibu
kan hanya menyuruh cuci piring Nak, setelh itu kamu bebas bermain lagi.” Kata-kata
Ibu kudengar tanpa mengeluarkan kata-kata.
Aku
menyesal-sangat menyesal, lalu minta maaf sebelum mengerjakan apa yang diminta
Ibu.
Kali
kedua aku membuat Ibu menangis (yang kuingat) adalah saat duduk di bangku SMA. Aku
yang kala itu sangat tidak suka keramaian pasar nitip dibelkan sepatu pada Ibu.
Ibu
pulang dengan belanjaan yang banyak. Aku pun menagih.
Sepatu
ada tapi agak kebesaran.
Lalu
... kejadian saat aku masih duduk di sekolah dasar terulang. Ibu menangis.
Pun
pada akhirnya akau minta maaf, namun ada rasa bersalah yang hadir tiap kali
mengingat kejadian-kejadian itu. Aku hanya mengingat dua kejadian itu, kejadian
yang membuat Ibu sampai meneteskan air mata berharganya. Aku tidak tahu berapa
kali sebenarnya Ibu menangis selama membesarkanku.
Aku
sayang Ibu. Sangat sayang. Aku berharap Ibu memaafkan semua salah-salahku. Sebab,
ridho Allah terletak pada ridho kedua orang tua, terlebih seorang Ibu.
Bu,
maafkan anakmu ini.
*Diikutkan dalam GA di:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)