Minggu, 25 Mei 2014

Payung untuk Bapak (Budaya Fajar, 25 Mei 2014)



Oleh: Nahlatul Azhar
Angin bertiup lagi. Mungkin sebentar lagi hujan deras akan turun, seperti kemarin dan kemarinnya lagi. Entah sampai kapan. Kata bapak, kalau hujan begini terus tidak lama lagi rumah kami akan terbawa banjir. Belum lagi bapak jadi sulit menjajakan barang dagangannya. Tapi akhirnya aku memperoleh sedikit penghasilan.
Kugenggam payungku erat-erat, takut terbawa angin yang mulai semakin kencang. Hujan juga mulai rintik-rintik. Inilah saatnya aku beraksi. Hujan benar-benar tak sekedar membawa bencana. Karena darinya aku pun bisa mendapatkan uang. Ya, walau tidak banyak namun cukuplah untuk membeli lauk buat makan beberapa hari.
Di sinilah aku kini. Di depan gedung tinggi yang banyak didatangi orang. Tempat yang tidak pernah aku masuki, sebab aku merasa tidak pantas. Lagi pula aku tidak punya banyak uang untuk membeli satu saja isi dari tempat itu.
“Payung, Bu?” tanyaku pada seorang ibu yang baru turun dari taxi.
“Iya, Nak!” jawabnya sebelum akhirnya mengnggenggam payung dariku.
Aku mengikuti sang ibu dari belakang. Hujan semakin deras. Hawa dingin mulai menusuk tubuhku.
“Berapa, Nak?” tanya ibu tersebut setelah kami sampai di depan mall.
“Dua ribu, Bu.”
Payung kembali berpindah tangan. Sambil menunggu ibu itu mengambil uang dari dalam tasnya, kuedarkan pandanganku. Siapa tau aku kembali mendapatkan pelanggan payung.
“Nak, ini uangnya.”
“Saya tidak punya uang kecil Bu,” sahutku saat melihat uang pecahan sepuluh ribu yang beliau sodorkan. Dan memang benar aku tidak punya, ibu itu saja adalah pelanggan pertamaku.
“Ya sudah untukmu saja. Sebagai gantinya kalau ibu nanti keluar dan kamu masih di sini, nanti ibu numpang payung kamu lagi.”
“Sip Bu.” Ibu itu pun masuk ke dalam mall.
Masih ada saja orang baik yang bertebaran di luar sana. Salah satunya ya ibu itu. Dalam hati aku berjanji untuk mengantarnya lagi saat ia selesa belanja. Tentu saja ketika hujan belum berhenti.
***
“Pak, ini uang hasil ngojek payungku hari ini,” ucapku sambil menyerahkan beberapa lembar uang pada bapak.
“Wah, hari ini lumayan banyak yah.”
Aku tersenyum mendengar perkataan bapak. Karena hari ini hari libur maka banyak pula yang datang ke mall walaupun cuaca tidak bersahabat. Aku sendiri baru pulang ke rumah saat azan magrib mulai dikumandangkan. Sebenarnya sayang, tapi bapak selalu berpesan sebelumnya, kalau aku hanya boleh ngojek payung sampai sore. Takut kenapa-kenapa, kata bapak.
Di luar sana hujan masih tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Sebaliknya malah makin deras. Aku berusaha memejamkan kedua mataku, bersembunyi di balik punggung bapak. Sejak kematian ibu, aku memang hanya tinggal berdua dengan bapak. Wanita yang telah melahirkanku itu pergi ketika hujan turun, dua tahun yang lalu. Hujan membawa ibu pergi. Membuatku kadang membenci hujan saat mengingat ibu.
***
Seperti biasa hari ini aku kembali ke rutinitasku di musim hujan, ngojek payung di depan mall. Sedangkan bapak kutinggal di rumah. Semalam beliau demam, jadi kuminta untuk beristirahat saja. Sebagai gantinya aku memohon untuk dibiarkan ngojek payung sampai malam.
“Mila!” kucari sumber suara itu.
“Mila!” ternyata Sinar yang memanggilku, ia berlari ke arahku di tengah derasnya hujan juga kencangnya angin.
“Iya?”
“Rumahmu ...” Sinar sampai di hadapanku dengan nafas tersengal-sengal.
“Kenapa, Nar?”
“Rumahmu ... rumahmu Mil, rumahmu roboh!”
Degh ... tidak! Jangan lagi Tuhan, hujan sudah membawa ibuku pergi. Lalu sekarang ...
Aku terus berlari menerobos hujan. Berharap bapak masih menunggu kepulanganku. Payung untuk ngojek terlupakan, padahal payung itu untuk mencari nafkah, untuk membantu bapak.(*)

Dimuat tanggal 25 Mei 2014

2 komentar:

  1. Kata 'lagi' terulang sampai 4 kali di Paragraf awal yg hanya trdiri dr 9 baris, mnrt sy bsa dikurangi lg kt itu.... hehehe

    *sekedar koment... gk bermaksd mengkritik senior peace.... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke Nanas, heheh, bari kuperhatikan dan ternyata wah ... perbaikan untuk lain kali. Makasih sudah mampir.

      Hapus

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)