“Ge,”
panggil Na dari kolom rumah.
“Ge!”
Mengulang pangglannya karena yang dipanggil sepertinya tak muncul-muncul.
“Geeeee!”
Kali ini dengan suara keras.
“Ehm
...” yang di panggil muncul dari belakang Na.
“Apaan
sih terak-teriak, salam kek,” ucap Ge.
“Hehehe
... ada yang baru makanya lupa,” Na
cengengesan.
“Baru
gmana? Namaku jadi salam pembuka, atau salam pas mau masuk rumah orang?” Ge
bertanya. Wajahnya memerah, tidak terima namanya menjadi salam yang di rubah.
“Kata
siapa?” tanya Na.
“Katanya
ada yang baru,”
“Iya
... tapi bukan nama kamu yang jadi pengganti salam. Itu tadi aku khilaf bin
salah dan minta maaf sebesar-besarnya,” ucap Na. Kebiasaan bicara cepatnya
keluar.
“Minta
maaf sama aku?” tanya Ge.
“Bukan,
sama Allah, Pemilik kita.”
Ge
tersenyum. Kapan lagi lihat Na mendadak alim.
“Terus
apa yang baru?” tanya Ge kemudian. Matanya menatap sahabatnya dengan tatapan
penasaran tingkatan sangat.
“Mmm
... itu ...” Na bergumam.
“Mulai
deh itu, ituan. Apa yang baru?”
“Tugas,”
ucap Na singkat.
“Tugas
apaan?”
“Nyambungin
kata jadi kalimat, kalimat jadi puisi, bisa juga cerpen, jadi novel malah lebih
kerenan lagi,” jelas Na. Ge menganga. Tak paham.
Singkat
cerita Na menjelaskan ala guru SD. Sesuai kemampuannya dong. Lagian Ge juga
lama mengertinya. Kalau ditanya kenapa Ge lama ngertinya, paling dijawabnya, “Na
itu bicaranya cepat, kadang lupa nafas, ujung-ujungnya bukan ngerti, aku malah
ke dapur ngambilin segelas air pas dia selesai ngomong. Habis itu, lupa deh
tadi Na ngomongin apa.”
Penjelasan
usai. Ge bengong.
“Sungai, peti,
hitam, sajadah, laptop, surat, dan keju?”
“Yup.”
“Apa hubungannya sungai sama peti hitam? Emang
iya sih sambil gelar sajadah bisa
ditemanin laptop. Tapi,
konsentrasinya ke benda itu ntar. Terus surat? Oh iya bagaimana dengan surat bersampul warna keju?”
Ge mencari ide, Na menganga.
“Ge,
sebenarnya kamu kalau nulis bisa keren loh,” ucap Na.
“Kenapa
memang?”
“Tuh,
nyambungin katanya lancar.”
“Yang
bener?”
“He
eh ...”
“Ngga
deh, Na. Cukup dengerin kisah kamu saja sudah bikin pusing, apa lagi
menuliskannya?”
“Justru
itu, dengan kamu nulis kamu bisa ngeluarin uneg-uneg tentang aku yang rada
aneh.”
Ge
berfikir. Betul juga.
“Ge?”
“Ya?”
“Kenapa
diam?”
“Aku
lagi rencanaiin nulis keluh kesah tentang kamu.”
“Nanti
dong Ge, tadikan aku lagi certain tujuh kata aneh!”
“Aneh
gimana? Bagus dong kalau bisa disambungin terus jadi cerita, nah ... bakalan
meras otak tuh. Tapi tenang, Ge yang baik hati siap membantu.”
“Tapi
kan tugas perseorangan Ge,”
“Yee
... aku bantu makan cemilan kamu doang kaleee ...”
Na
berbalik siap pulang.
“Na!
Bercandaaa ...” Ge mengejar setelah sebelumnya menyambar satu toples kue buat
dpake membujuk si Na.
Hmm
... mari menyambungkan kata-kata hitam. Pikir Na.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)