Rabu, 26 Maret 2014

Tularkan Hobi Menulis Sejak Dini (Budaya Fajar, Ahad 23 Maret 2014)



Tularkan Hobi Menulis Sejak Dini
Oleh: Nahlatul Azhar

Menjadi penulis sebenarnya bukan perkara sulit. Tinggal niat yang kuat lalu tulis apa yang ingin diunkapkan. Itu jika memang sekedar ingin jadi penulis. Tapi jika ingin menjadi penulis yang dikenal, maka perkara niat dan menulis haruslah ditambahi dengan mempublikasikan tulisan di depan banyak orang.
Di Sulawesi Selatan sendiri sudah bertebaran para penulis dengan jam terbang yang sudah bisa diperhitungkan. Baik menulis untuk koran-koran lokal, maupun koran nasional, tidak jarang pula yang mampu bersaing pada lomba-lomba kepenulisan, dan sudah barang tentu mendapatkan kursi kemenangan.
Organisasi kepenulisan bertebaran di dunia nyata pun maya. Tidak hanya mereka, penulis yang memang aktif di organisasi kepenulisan, bahkan yang hanya berbekal pengalaman pun sudah bisa menembus media. Tidak hanya mereka dengan jiwa-jiwa yang sudah punya segudang ilmu kepenulisan, yang baru memulai pun sudah terlihat sedikit taringnya.
Sedikit masalah yang mungkin akan menjadi serius jika diseriusi adalah, penulis yang memang dikader sejak kecil masih sangat sedikit. Bahkan sangat jarang. Di SULSEL sendiri penulis-penulis cilik sangat jarang terlihat. Bahkan tidak ada. Padahal, menulis sejak dini tentu sangat membantu anak-anak zaman sekarang agar dapat menyalurkan imajinasi yang dimiliki.
Kendala kurang tertarik menjadi alasan. Alasan lain adalah karena memang menulis jarang diperkenalkan secara mendalam kepada anak-anak usia dini. Menulis hanya diperkenalkan saat duduk di bangku sekolahan, itu juga hanya saat pelajaran bahasa indonesia dan sekali lagi sebatas perkenalan cara, tanpa kelanjutan yang lebih mendalam.
Padahal anak-anak tentu punya khayalan yang tak terbatas. Khayalan-khayalan itu dapat disalurkan ke dunia menulis tentu dengan pertimbangan manfaat yang sangat baik. Dari menulis anak-anak akan terlatih merangkai kata, anak yang sulit berpendapat dengan lisan pun bisa menyampaikan pendapatnya dengan menulis, dilain sisi terdapat apresiasi jika tulisan-tulisan anak dapat menembus media, seperti koran atau majalah misalnya.
Saya pribadi termasuk lambat mengenal dunia tulis menulis secara mendalam, dan memang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.  Mengenalnya pun saat duduk di bangku kuliahan, padahal jika menoleh ke belakang, bapak sendiri suka menulis, tante juga sama, sayangnya menulis tidak dianggap penting saat itu. Sehingga saya baru mengenal dunia penuh kata setelah duduk di bangku kuliah.
Saat ini saya mulai menularkan hobi menulis kepada adik-adik saya di kampung, toh menulis tidak butuh bawaan lahir, menulis hanya jika ingin itu masih bersemayam dalam diri. Hanya perlu menyulut kobaran apinya yang sudah ada sejak awal dengan sedikit minyak tanah. Maka hasilnya sedikit demi sedikit akan tampak. Contoh kecilnya yaitu dua adik saya sudah masuk dalam dunia kata. Sebutlah saja Nurul Izza Khaeriah dengan cerpennya dan Sitti Muhajirah dengan pusinya.
Nahlatul Azhar
Tidak hanya sampa di situ, mengenalkan dunia menulis di sekolah tempat pelaksanaan P2K (pemantapan profesi keguruan) mulai saya jalani. Awalnya mengenalkan puisi adik yang dimuat koran fajar, lalu cerpen anak yang juga dimuat Koran Harian Fajar, dan membacakannya di depan mereka. Tidak banyak yang tertarik memang, terlebih murid laki-laki. Tapi ada beberapa murid yang menaruh minat sangat besar. Terbukti keesokan harinya, ada dari mereka yang menunjukkan sebuah karya berupa cerita.
Maka makin yakinlah saya, menularkan hobi menulis sejak dini itu perlu bahkan penting. Hingga cerita-cerita anak tidak hanya ditulis oleh orang-orang dewasa, namun dapat pula ditulis oleh anak itu sendiri. Anak-anak pun akan semakin kreatif karenanya, mentalnya juga akan terus terlatih.
Jika dunia menulis kelak sudah melekat dalam hati anak-anak sejak dini, hanya menunggu waktu SULSEL akan melahirkan penulis-penulis cilik yang patut diperhitungkan. Semoga.*.


2 komentar:

  1. Saya mengenal dunia tulis menulis khususnya di blog ya baru satu tahun ini mbak.
    Merasa sangat terlambat. Apalagi belum bisa menelurkan satu karya pun mbak. Ah, terus belajar!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang penting sudah memulai mba Ika. Aku juga lambat kok, mari terus berkarya. Makasih sudah mampir :)

      Hapus

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)