Jumat, 27 Desember 2013

Yang Menjadi Idola Hatiku



Siapa yang berjasa dalam hidupmu? Ibuku, ibuku, ibuku. Siapa lagi? Ayahku. Masih ada? Tentu! dialah guruku.
Aku punya sederat nama guru yang ku favoritkan saat masih duduk di bangku sekolahan. Sebut saja Pak Tamsil. Ayah sekaligus guruku saat duduk di kelas 3 Sekolah Dasar. Karena beliau ayahku, bukan berarti aku mendapat perlakuan berbeda darinya. Dimanja? Dibedakan dengan yang lain? Oh ... itu sama sekali tidak dilakukan oleh ayahku.
Pernah suatu hari aku dan beberapa orang temanku terlambat masuk kelas. Dan saat hendak duduk, kurasakan sebuah benda mengenai punggungku. Ternyata tidak lain adalah kapur yang dilemparkan oleh ayahku. Itu satu teguran dari sekian teguran darinya. Dan mengapa aku yang dilempari kapur bukan temanku? Itulah ayahku. Laki-laki tegas, berwibawa, namun hangat. Dan yang pasti tidak pilih kasih.
Sampai saat ini guru pertama yang kuidolakan  adalah ayahku. Bukan karena beliau orang tuaku, namun justru karena perlakuannya padaku sejak aku masih kecil. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri, “Jika dulu ayah tidak memperlakukan aku begitu, makan aku tidak akan seperti sekarang ini.”
Ibu Suarni. Beliau guruku saat masih TK. Terlalu dinikah aku mengidolakan? Ah tentu tidak! Justru saat masih anak-anak lah seseorang sangat jujur dalam berucap. Terutama dalam menilai orang lain.
 Ketika masih duduk di taman kanak-kanak aku bertemu dengannya. Wanita berkharisma. Penuh limpahan kasih sayang. Lembut tutur katanya. Hangat pelukannya. Mengingatnya saja aku jadi rindu. Sampai-sampai air mata ini hendak jatuh rasanya.
Sampai saat ini jika bertemu dengannya aku selalu mencium takzim tangannya. Jasanya tak akan ku lupakan. Karena beliau, embun penyejuk jiwa saat aku masih belia. Dan itu sangat penting. Bukankah itu berarti beliau meninggalkan jejak baik padaku?
Selanjutnya ada Pak Rusman. Beliau adalah kepala sekolah tempat aku menuntut ilmu saat SD. Orangnya ramah dan sangat baik. Saat mengajar pun sangat pandai. Membuat kami yang kala itu ogah-ogahan belajar jadi memperhatikan beliau dengan seksama. Karena prestasinya pula sekarang beliau sudah jadi pengawas setelah perjalanannya menjadi, guru saja, kepala sekolah lalu ... hebat bukan?
Pak Sukri. Beliau wali kelasku saat duduk di kelas 6 SD. Lagi-lagi kukatakan guruku ini sangat baik. Saat itu belau belum dikaruniai anak walhasil kami seperti anak-anaknya sendiri. Sampai-sampai saat menjelang penammatan sekolah aku dan teman-temanku ke rumahnya dan buat acara di sana. Mantap pokoknya.
Makanya, saat hendak selesai dari Sekolah Dasar aku benar-benar sedih. Aku ingat sekali, hari itu, saat acara penamatan tengah berlangsung aku yang bertugas membawakan sepatah kata siswa yang tamat menagis penuh haru. Hingga kata-kataku tak sanggup aku ucapkan. Justru suara serak terbata-bata yang terdengar. Ditambah lagi para hadirin juga larut dalam sedih. Teman-temanku menangis. Begitu pun guru-guruku. Ah, rasa-rasanya masa saat duduk di sekolah dasar lah yan paling berkesan buatku. Karena saat itulah peletakan ilmu yang pertama. Ibarat rumah di situlah pondasi utamanya.
Masih banyak guru-guru yang aku idolakan. Sebab mereka aku ada. Karena tinta yang pernah mereka goreskan. Pun tak ku sebut namanya satu-satu, dari hatiku terucap beribu kata terimakasih pada mereka. Untuk mereka yang ku idolakan, sepanjang hidupku. Mereka tak lain adaalah pahlawanku.
Terima, kasihku ku ucapkan ...
Pada ... guruku yang tulus ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)