Keheningan malam adalah kenyamanan yang
berbeda. Tidak ada tangisan bayi. Juga rengekan sang suami. Sunyi. Hanya ada
seorang wanita penjamah putih. Dengan jemari yang menari-nari. Melukis dalam
cekam. Menepis cekang. Cekatan megikis jeda agar masa tak sia-sia. Dua bola
mata jeli mengikuti irama jemari. Dan bibir yang masih tertutup rapat. Sang
wanita malam.
***
Dari balik jendela bertiup sisa-sisa
angin malam. Di balik pintu rumah sayup-sayup mahluk malam mulai tak terdengar.
Celah pada dinding pun mengizinkan matahari untuk mengintip. Embun pagi sejak
tadi meninggalkan dedaunan. Suara ramai mulai tercipta.
Wanita penikmat malam tak lagi duduk di
depan meja. Menerbangkan imajinasi. Sedari
subuh ia sibuk ini dan itu. Membangunkan suami, menyiapkan pakain suami dan
anak-anaknya, membuat sarapan dan bekal, berbenah rumah. Satu pun tidak ada
yang terlewat. Hingga kadang kala debu pada jendela enggan singgah. Memilih
menjauh bersama angin. Mungkin juga ia kasihan pada wanita itu.
Lalu saat suaminya telah berangkat
kerja. Anak-anak berangkat sekolah, kini giliran si bayi yang meminta jatah
asi. Dengan tangisan ia memanggil wanita itu. Langkah-langkah cepat terdengar.
Mendekati kamar si bayi. Sepasang tangan hangat meraih manusia kecil itu.
Diletakkan dalam dekapan. Kecupan kecil mendarat manis. Pertanda sayang yang
tulus.
Wanita itu masih sibuk dengan bayinya.
Hingga siang. Saat satu-satu anaknya pulang dari sekolah. Mengeluh lapar dan
haus. Minta bantuan untuk PR-nya yang susah. Berkisah tentang kejadian seru di
sekolah. Wanita itu tersenyum, mendengaran penuh cinta. Sesekali menjawab
dengan bijak.
Siang berlalu cepat. Tak berbekas.
Wanita dengan peluhnya kembali sibuk di dapur kebesarannya. Tahta teragung yang
ia punya. Yang membesarkan namanya selama ini. Melahirkan pujian suami dan tiga
anaknya. Sebagai satu-satunya wanita di rumah itu, ia cukup bangga sajiannya
selalu dinikmati suami dan buah hatinya. Hingga kadang membuat iri tetangga
rumahnya.
Makan malam harus segera tersaji. Seblum
suaminya pulang. Agar cepat ia dan keluarganya duduk bersama. Lagi. Meperti
malam-malam sebelumnya.
***
Angin malam menyapu dedaunan kering tak
jauh dari rumah itu. Seperti membantu meringankan pekerjaan wanita itu esok
hari. Di atas sana langit tampak bercahaya. Satu bulan penuh dilengkapi ribuan
bintang bergelantungan indah.
Seharian mengurusi keluarga nyatanya
tidak membuat wanita itu lelah. Kembali ia melukis di atas malam yang sepi.
Mengisahkan kejadian-kejadian yang ia lalui siang tadi. Melanjutkan proyek yang
ia garap bersama wanita-wanita yang tak jauh beda dengannya. Sebuah mimpi yang
juga tengah diperjuangkannya. Untuk kepuasannya.
Sebagai wanita yang telah berumah tangga
tentu merupakan kewajiban baginya menyelesaikan segala tugasnya. Tapi saat
malam hari, terlebih saat semua anggota keluarganya terlelap wanita itu kan
terbangun dengan sendirinya. Sudah sejak muda ia menekuni dunia aksara. Dan itu
tidak akan ia tinggalkan. Walau kini jatah berkaryanya berkurang, ia berjanji
pada dirinya sendiri untuk tidak brhenti.
“Mereka sama sepertiku, para ibu rumah
tangga yang terus berkarya. Mengukir sejarah. Mengabadikan diri mereka, kenapa
aku tidak?” ucapnya pada diri sendiri.
Dengan cepat jemarinya menekan satu-satu
tombol keyboard. Wanita itu ingin menyelesaikan satu kisah malam ini.
***
“Bu Nur tidak bosan di rumah terus?”
seorang ibu menyapanya ketika tengah berbelanja di pasar.
“Bosan gimana, Bu?” jawab wanita itu
dengan tanya juga.
“Ya itu, masa tiap hari di rumah saja.
Kenapa tidak minta diajak jalan-jalan sama suaminya? Apa lagi sebentar lagi
musim liburan anak-anak.”
“Ibu ini gimana toh, justru kalau di
rumah malah banyak yang bisa saya kerjakan. Sampai-sampai saya kadang tidak
sadar kalau sudah hampir malam lagi,” ucap wanita itu sambil memilih sayur yang
bagus.
“Ibu ini bisa saja. Tapi saya salut loh
sama Bu Nur, ngga banyak nuntutnya.” Wanita yang dipanggil Bu Nur itu
tersenyum.

“Apa nih Bu Nur?”
Wanita itu kembali tersenyum. Tidak
menjawab. Ia lantas berlalu. Buku yang baru saja berpindah tangan itu dibaca
oleh pemilik barunya. Ibu tersebut kaget saat membaca namaa penulis buku itu. Nur Hidayah.(*)
Nahlatul Azhar
Untuk mereka: ibu rumah
tangga yang tak lelah berkarya (BaW)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)