Rabu, 02 Oktober 2013

Kembalilah, Sayang!

“Hah ...”
Berat. Hembusan nafasku makin sering terdengar berat. Kalau sepupuku yang super keren (menurutku) dengar pasti dianya bilang, “Kenapa lagi nih anak!”. Iya sih tidak jarang aku seperti itu, apa lagi kalau lagi lelah atau kalau tugas sedang numpuk, jengkel, marah, de-el-el. Tapi hembusan nafasku kali ini walaupun bunyi dan yang keluar sama namun maksudanya berbeda. Bukan karena lagi dapat ya, melainkan baru saja ngelihat salah satu teman di pesantren dulu majang fotonya ngga pake jilbab. Tadi siang juga sih.
Kasihan orang tua nyekolahin di tempat seperti itu buat ngebuat bentengnya kuat (hijab maksudku) tapi tau-tau malah hasilnya kayak gitu. Kalau sekedar ngelepas jilbab, tapi ini malah sampai make baju model you can see. Pokoke hilang deh wajah-wajah polos ala anak pondokan. Kan kasihan orang tua. Kasihan si empunya rambut juga. Yang menang ya para pencipta baju sexsy dan mahluk bernama sayton.
Untuk negur pun kadang sungkan. Salah? Iya sih, tapi kan dianya juga sudah tahu mana yang baik dan nggak. Mana kewajiban dan yang musti ditinggalkan. Mana yang pantas dipakai dan bukan pakaian kekecilan. Pokoknya tahu lah. Kan dulu katanya mondok. Santri, ngaji. Tapi sekarang ...
Atau ngomong gini saja kali ya, “Cantiknya, tapi jilbabnya mana? Lebih cantik tau kalau make jilbab.”
Ngga cuman masalah busana. Walau pun berawal dari melepas busana muslimah. Imbasnya, sikap mulai aneh. Teman-teman mulai yang nyeleneh. Dan berujung pada situasi yang bikin rusuh seluruh keluarga. Tahu sendirilah. Padahal ingat kan dulu? Ingatlah, saat masih dengan jilbab putih menutupi mahkota sampai ke dada pula. Saat ngelihat lawan jenis malah kabur nahan malu. Terus mikir-mikir dulu sebelum lewat di depan laki-laki. Saking malunya dan menjaga diri.
Sayanganya itu dulu. Dulu sekali. Saat wajah masih dibasuh air wudhu (ngga tahu deh sekarang) saat lidah masih fasih membaca ayat-ayat dalam kitabNya. Ketika malu masih bertahta. Sebenarnya masih ada malu, tapi bukan malu kayak dulu lagi. Yang sekarang tuh malah malu berpakaian muslimah, malu ngga punya pacar, malu didapati sedang pengajian. Malu ketahuan ngaji. Tuh kan, malu saja sudah berpindah posisi.
Sedih juga rasanya. Belum lagi kalau sedang reunian di pondok. Pada cantik sih, tapi tak secantik dulu. Kemolekan sudah jelas terpampang. Memuaskan mata-mata yang tak kenal nunduk. Membuat para penghuni neraka makin banyak.
Aku tak merasa suci dengan menulis ini. Justru menyemangati diri sendiri. Mungkinkah bisa menarik mereka kembali? Kembali menyimpan mahkota mereka untuk yang pantas menikmatinya? Aku masih bertanya-tanya.
Lewat tulisan sederhana ini, terbesit doa dalam hati. Moga mereka kembali. Pada fitrahnya sebagai wanita. Dan kembali mengenang masa-masa indah menjadi santri pondok.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)