Tiap pojok
kota panas. Rencana kenaikan BBM jadi masalah hangat yang terus memicu protes
dari berbagai kalangan. Begitupun di Kota Daeng yang tak kunjung diguyur hujan,
mengalami hal yang sama.
“Bagaimana
Lif, jadikan besok ikutan demo?” Samsul mendekati teman sekelasnya di bangku
kuliah itu.
“Pastilah, aku juga sudah ngajak
teman-teman yang lain kok. Besok kita bergerak bersama.” Alif menanggapi
serius.
“Bagaiman dengan Dara? Apa di sudah
mengijinkanmu?” Samsul menyebut nama kekasih Alif yang memang tak diizinkan
kekasihnya.
“Ah, tak apalah, nanti setelah demo
aku baikan lagi dengannya.”
“Bukannya dia minta putus?”
“Tak usah bahas Dara dulu, bukan
saatnya.”
“Terserah kamulah.”
***
Malam itu Alif duduk di kursi depan
rumahnya yang sederhana. Ayahnya yang semakin tua keluar menghampirinya. Duduk
di kursi satunya lagi, di samping Alif.
“Bapak harus bagaimana Nak, jika BBM
benar-benar naik?” laki-laki paruh baya itu nampak terlihat lelah, “Kamu tahu
sendiri Bapak membiayai kuliahmu dengan uang dari hasil nyopir pete’-pete’ , kalau benar naik, akan
semakin sulitlah biaya untuk kuliahmu.”
“Bapak tak usah khawatir, aku bisa
berhenti kuliah Pak.”
“Tidak bisa, Bapak tidak mau kamu
bernasib sama seperti Bapak dan Ibumu. Suatu saat kamu yang harus membiayai
adik-adikmu. Kamu cukup belajar
saja.”
Alif tak berkata apa-apa lagi hanya
tertunduk dan menangis dalam hati. Aku
akan berjuang Pak.
***
Pagi dini hari saat Alif siap-siap ke
kampus dan beragabung dengan teman-temannya.
“Bu, Bapak ke mana?” Alif tak
mendapati Bapaknya sudah tak ada di depan rumah. Padahal sebelum berangkat
kerja biasanya laki-laki itu menyempatkan diri minum kopi bersamanya.
“Bapakmu berangkat kerja lebih pagi,
takut nanti kena macet. Katanya mau ada demo besar-besaran.”
Alif kaget, ia sudah memberitahu
Bapaknya tuk tak kerja hari itu. Karena tau banyak jalan yang akan di tutup.
“Baiklah Bu, aku pamit kuliah dulu.”
“Ya, hati-hati jangan ikut demo
juga.”
Tak menyangka ibunya bicara seperti
itu, Alif hanya mengguk saja.
***
Matahari kian tinggi menatap angkuh
pada bumi. Ratusan orang yang telah memadati jalan siap tuk menyorakkan suara
rintihan mereka. Satu tujuan yang nampak
jelas, menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Tak sedikit bahan
pangan yang harganya akan ikut melonjak dengan kenaikan BBM. Tak sedikit pula
warga kota hingga desa yang bercucuran air mata memohon hal itu tak akan
terjadi.
Di sepanjang jalan terlihat
wajah-wajah memohon. Juga wajah marah yang tak sabar menuntut. Warga tercekik
tali tak terlihat. Dari sekian orang tersebut tampaklah Alif yang bersorak. Ia
memang telah dipilih menyampaikan aspirasi mewakili teman-temannya, sesama
mahasiswa.
Jalan tertutup puluhan pasang kaki.
Warna-warni teriakan tak dapat dibendungkan membahana hingga ke langit. Puluhan
kendaraan terdiam berbaris menunngu redanya kegiatan itu. Tak sedikit pula
warga yang mata pencahariannya sebagai sopir marah dengan adanya demo. Begitu
pula laki-laki paruh baya itu. Penumpang yang tadinya penuh pergi satu-satu,
bebarapa pula tak membayarnya. Ia marah
turun dari mobil yang ia bawa. Ia pun tak tinggal diam.
Di hadapannya ribuan orang tengah
saling melempar batu. Tak tinggal diam diambilnya benda keras itu, tak menunggu
lagi diarahkan lemparannya ke arah kumpulan mahasiswa yang ada di hadapannya.
Kekesalan dalam hatinya tak dapat ia bendung lagi. Uang itu tuk menyelkolahkan anakku, rintihnya dalam hati.
Tak dapat dihindari perang batu
terjadi. Polisi turun tangan menangani beberapa kali tembakan gas air mata
diarahkan kepada mahasiswa. Tak ada yang mengalah bentrok terus terjadi.
Sebuah lemparan keras dilakukan Alif,
kekesalannya semakin menjadi karena melihat beberapa warga membantu pihak
keamanan. Batu sebesar kepalan tangannya itu diarahkan ke arah warga. Terus
saja seperti itu.
Tak ada jeda...semua mengalir deras.
Tak ada hujan yang menghalangi.
***
Beberapa kali Hpnya berbunyi. Ia tahu
itu dari ibunya, namun tak dihiraukannya. Istirahat sesaat mereka lakukan, yah,
itu hanya istirahat. Mereka masih akan terus berjuang.
***
Matahari tak lagi tampak, kegiatan
panas tak lagi terlihat di sepanjang jalan. Tinggallah batu berserakan di
mana-mana. Alif duduk bersama sekelompok temannya di depan kampus mereka.
Diraihnya Hp yang sedari tadi tak diperdulikannya. 28 panggilan tak terjawab 15
SMS. Di lihatnya nama ibu yang terlihat.
SMS pertama, ‘Nak kamu di mana? Bapak
di rumah sakit terkena lemparan batu. Cepat pulang!’
Alif tak membuka SMS selanjutnya, ia
berlari sekencang-kencangnya tuk ke rumah sakit.
Hujan mengguyur bumi dengan lembut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)