Jumat, 30 Maret 2012

Demo


          Tiap pojok kota panas. Rencana kenaikan BBM jadi masalah hangat yang terus memicu protes dari berbagai kalangan. Begitupun di Kota Daeng yang tak kunjung diguyur hujan, mengalami hal yang sama.
            “Bagaimana Lif, jadikan besok ikutan demo?” Samsul mendekati teman sekelasnya di bangku kuliah itu.
“Pastilah, aku juga sudah ngajak teman-teman yang lain kok. Besok kita bergerak bersama.” Alif menanggapi serius.
“Bagaiman dengan Dara? Apa di sudah mengijinkanmu?” Samsul menyebut nama kekasih Alif yang memang tak diizinkan kekasihnya.
“Ah, tak apalah, nanti setelah demo aku baikan lagi dengannya.”
“Bukannya dia minta putus?”
“Tak usah bahas Dara dulu, bukan saatnya.”
“Terserah kamulah.”
***
Malam itu Alif duduk di kursi depan rumahnya yang sederhana. Ayahnya yang semakin tua keluar menghampirinya. Duduk di kursi satunya lagi, di samping Alif.
“Bapak harus bagaimana Nak, jika BBM benar-benar naik?” laki-laki paruh baya itu nampak terlihat lelah, “Kamu tahu sendiri Bapak membiayai kuliahmu dengan uang dari hasil nyopir pete’-pete’ , kalau benar naik, akan semakin sulitlah biaya untuk kuliahmu.”
“Bapak tak usah khawatir, aku bisa berhenti kuliah Pak.”
“Tidak bisa, Bapak tidak mau kamu bernasib sama seperti Bapak dan Ibumu. Suatu saat kamu yang harus membiayai adik-adikmu. Kamu cukup belajar saja.”
Alif tak berkata apa-apa lagi hanya tertunduk dan menangis dalam hati. Aku akan berjuang Pak.
***
Pagi dini hari saat Alif siap-siap ke kampus dan beragabung dengan teman-temannya.
“Bu, Bapak ke mana?” Alif tak mendapati Bapaknya sudah tak ada di depan rumah. Padahal sebelum berangkat kerja biasanya laki-laki itu menyempatkan diri minum kopi bersamanya.
“Bapakmu berangkat kerja lebih pagi, takut nanti kena macet. Katanya mau ada demo besar-besaran.”
Alif kaget, ia sudah memberitahu Bapaknya tuk tak kerja hari itu. Karena tau banyak jalan yang akan di tutup.
“Baiklah Bu, aku pamit kuliah dulu.”
“Ya, hati-hati jangan ikut demo juga.”
Tak menyangka ibunya bicara seperti itu, Alif hanya mengguk saja.
***
Matahari kian tinggi menatap angkuh pada bumi. Ratusan orang yang telah memadati jalan siap tuk menyorakkan suara rintihan mereka. Satu tujuan yang nampak  jelas, menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Tak sedikit bahan pangan yang harganya akan ikut melonjak dengan kenaikan BBM. Tak sedikit pula warga kota hingga desa yang bercucuran air mata memohon hal itu tak akan terjadi.
Di sepanjang jalan terlihat wajah-wajah memohon. Juga wajah marah yang tak sabar menuntut. Warga tercekik tali tak terlihat. Dari sekian orang tersebut tampaklah Alif yang bersorak. Ia memang telah dipilih menyampaikan aspirasi mewakili teman-temannya, sesama mahasiswa.
Jalan tertutup puluhan pasang kaki. Warna-warni teriakan tak dapat dibendungkan membahana hingga ke langit. Puluhan kendaraan terdiam berbaris menunngu redanya kegiatan itu. Tak sedikit pula warga yang mata pencahariannya sebagai sopir marah dengan adanya demo. Begitu pula laki-laki paruh baya itu. Penumpang yang tadinya penuh pergi satu-satu, bebarapa pula tak membayarnya.  Ia marah turun dari mobil yang ia bawa. Ia pun tak tinggal diam.
Di hadapannya ribuan orang tengah saling melempar batu. Tak tinggal diam diambilnya benda keras itu, tak menunggu lagi diarahkan lemparannya ke arah kumpulan mahasiswa yang ada di hadapannya. Kekesalan dalam hatinya tak dapat ia bendung lagi. Uang itu tuk menyelkolahkan anakku, rintihnya dalam hati.
Tak dapat dihindari perang batu terjadi. Polisi turun tangan menangani beberapa kali tembakan gas air mata diarahkan kepada mahasiswa. Tak ada yang mengalah bentrok terus terjadi.
Sebuah lemparan keras dilakukan Alif, kekesalannya semakin menjadi karena melihat beberapa warga membantu pihak keamanan. Batu sebesar kepalan tangannya itu diarahkan ke arah warga. Terus saja seperti itu.
Tak ada jeda...semua mengalir deras. Tak ada hujan yang menghalangi.
***
Beberapa kali Hpnya berbunyi. Ia tahu itu dari ibunya, namun tak dihiraukannya. Istirahat sesaat mereka lakukan, yah, itu hanya istirahat. Mereka masih akan terus berjuang.
***
Matahari tak lagi tampak, kegiatan panas tak lagi terlihat di sepanjang jalan. Tinggallah batu berserakan di mana-mana. Alif duduk bersama sekelompok temannya di depan kampus mereka. Diraihnya Hp yang sedari tadi tak diperdulikannya. 28 panggilan tak terjawab 15 SMS. Di lihatnya nama ibu yang terlihat.
SMS pertama, ‘Nak kamu di mana? Bapak di rumah sakit terkena lemparan batu. Cepat pulang!’
Alif tak membuka SMS selanjutnya, ia berlari sekencang-kencangnya tuk ke rumah sakit.
Hujan mengguyur bumi dengan lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)