Oleh: Sitti Mardiyah
“Kali
ini nenek akan bercerita lagi,” ucap Nek Maryam pada cucunya.
“Tapi
cerita yang lain ya, Nek. Kalau kiasah cinta nenek aku sudah mendengarnya
puluhan kali.” Jamilah merengek sambil memeluk neneknya erat.
Jamilah
sangat menyayangi neneknya. Karena Nek Maryam adalah satu-satunya keluarga yang
ia miliki. Walau demikian, keduanya hidup dengan sangat behagia dalam istana
megah milik Nek Maryam. Ya! Nek Maryam memang orang kaya, dan satu-satunya
pewarisnya adalah Jamilah.
“Ya,
nenek tahu kamu sudah bosan dengan cerita nenek itu.”
“Aku
tidak bosan, hanya saja butuh selingan baru, Nek!” ucap Jamilah membuat
neneknya tertawa.
“Kamu
ini tidak bisa bohong sama nenek.”
“Hehehe
... jadi bagaimana? Nenek jadi cerita kan?” tanya Jamilah. Kali ini wajah Nek
Maryam terlihat serius. Perlahan ia menarik nafasnya dalam untuk memulai
ceritanya.
“Dengarkan
baik-baik ... “
***
Gadis
itu berlari-lari dengan riangnya di tepi pantai. Hamparan pasir yang luas
menjadi saksi betapa bahagianya gadis tersebut. Ombak pun sesekali menjilat
kaki putihnya yang tak beralaskan apapun.
Gadis
tersebut tengah menikmati liburannya. Walau ia hanya bersama pengawal ibunya,
namun ia cukup bahagia. Ia tak menuntut banyak pada sang ibu yang punya berbagai
macam kesibukan. Baginya, cukuplah ia mendapat izin dari wanita yang
dihormatinya itu untuk bersantai sejenak. Kencintaannya pada laut membuatnya
rela jauh dari ibu dan rumah megahnya.
Senja
sebentar lagi berganti malam, ia masih betah saja di pantai. Pun saat itu
pantai mulai sepi. Ia hanya ditemani Jamal, pengawalnya. Tapi Jamal tiba-tiba
mendapatkan telepon dari ibu gadis tersebut, ia pun menjauh dari tempat sang
gadis. Jamal tak menyangka kalau sesuatu yang buruk telah menanti putri
tuannya.
Dan
saat kembali, alangkah kagetnya laki-laki usia 27 tahun itu. Gadis yang menjadi
tanggung jawabnya tak lagi di tempat. Raib entah kemana, padahal hari mulai
gelap. Jamal segera mencari keberadaan sang gadis.
“Nona
Senja!” terikanya berkali-kali.
“Senja!”
“Senja!”
kepanikan mulai merasuki laki-laki tersebut. Apa yang akan ia katakan pada ibu
gadis tersebut nanti. Terlebih lagi, hatinya mulai resah. Senja! Dimana kamu?
Keringatnya
tak lagi terhitung berapa jumlah tetesannya yang membasahi bajunya. Pikirannya
tertuju pada gadis yang diam-diam dicintainya. Dan ... ia pun sampai pada batu
besar yang terletak tak jauh dari pantai. Ia pun mendekati bebatuan tersebut,
berharap gadis yang dicarinya ada di sana.
“Senja!”
terikanya kaget. Di balik batu tersebut Senja tergeletak tak berdaya. Dalam
gelap masih dapat Jamal melihat bercak-bercak darah pada pakaian gadis yang
mulai beranjak dewasa tersebut. Kepanikan makin meraja. Jamal pun menggendong
sang gadis untuk kembali ke hotel.
***
“Jadi gadis itu kenapa, Nek?” tanya Jamilah
pada nenekny.
“Dia
... kehormatn gadis itu direnggut.” Perlahan air mata Nek Maryam mengalir.
“Terus
bagaimana kelanjutannya?”
“Pengawal
gadis itu mengaku kalu dialah pelakunya. Bahkan gadis tersebut pun mengiayakan.
Nenek baru tahu kebenarannya sesaat setelah gadis tersebut melahirkan.”
“Jadi
nenek kenal dengan gadis itu?”
“Tentu
saja karena dialah satu-satunya putri ibu.”
“Putri
nenek?! Maksudnya ... “
“Dialah
ibumu Jamilah. Ibu yang meninggal setelah melahirkanmu.”
Ibu yang tak pernah aku temui karena
malam merenggutnya dariku! Bisik hati Jamilah pilu. Air
matanya jatuh. (*)
Cerpennya bagus!
BalasHapusJadi ikut sedih sebagaimana Jamilah, hiks...
BalasHapusKren bget critanya.. Jdi ikut terhru..
BalasHapusBersamadarwin.blogspot.com