Minggu, 09 November 2014

Menjemputmu: Menuju Kaki Langit


gambarkartun2.blogspot.com
Pulang adalah satu-satunya caraku mendapatkanmu. Bukan berarti karena di sini kita tidak akanbertemu, justru di tempat inilah aku melihatmu hampir di tiap harinya. Menemukan wajahmu dalam sulaman kain berwarna hitam, warnamu, menempatkanmu dalam dua meter dari jangkauanku, pada lima belas menit setiap kamu bisa. Selama aku mampu.
Di tempat ini, dalam kota yang menjadi tempat aku dan orang-orang kampung lainnya menuntut ilmu. Ilmu menjadi alasan utama kan? Sebenarnya alasannya hanyalah agar kita, penghuni kampung, dengan mudah mendapat pekerjaan selepas dari kota ini.
Dulu aku tidak sempat berpikir kenapa harus kota ini, kenapa bukan tempat lain yang lebih menjanjikan. Ke luar kota misalkan, atau luar negeri. Jawaban mudah setelah pemikiran itu aku temukan, biaya? Ah, itu bukan alasan. Aku selalu percaya jika ada jalan bagi yang mau pun tidak mampu. Mau yang kumaksud pun bukan mau seperti ‘hanya mau’ yang aku maksudkan adalah, mau berusaha, berjuang, berkorban, dan ... berdoa.
Aku? Saat itu masih menganggap hal-hal itu sepela. Maka, di sinilah aku, kota tempat kita bertemu. Makassar.
Awal pertama bertemu pun sebenarnya bukan dikatakan sebuah awal, yang sebenarnya aku pernah berjumpa denganmu. Tepatnya tiga tahun yang lalu, saat kita masih duduk di bangku sekolahan. Saat itu kamu adalah adik kelas yang sama sekali tidak aku kenal. Kamu pernah meminjam bukuku. Ucapmu agar aku mengingat perihal kita memang saling mengenal. Oh, tentu. Aku ingat, gadis itu ternyata dirimu, yang tertunduk dengan muka memerah. Semerah sampul buku yang baru saja berpndah ke tanganku, novel karya penulis kesukaanku. Asma Nadia. Kamu mengingatku dengan baik ternyata.
Tentang jarak dua meter tadi, itu teramat jauh bagiku. Bukan perkara aku mulai serakah, atau memang iya? Anggaplah aku serakah karena menganggap jarak dua meter itu terlampau jauh, karena yang kuinginkan sebenarnya adalah, kita tidak berjarak hingga aku bisa menggenggam tanganmu, menyentuh wajahmu, dan ...
www.downloadgambar.info
Ah, tak perlu lebih dari itu sebab jarak dua meter itu masih berlaku. Sedang aku mulai didatangi mimpi-mimpi tanpa jarak di antara kita. Mimpi yang menurutku indah jika benar-benar terjadi. Sayangnya hal itu hanya datang dalam tidurku, lalu saat subuh semuanya buyar. Maka tak jarang aku enggan bangun, berharap tidur kembali dan mimpi aku bersamamu kembali diputar.
Dan apa yang terjadi?
Kamu tidak ada di dalamnya. Di sana kutemukan api yang membakar. Ya! Panasnya matahar dari balik jendela menerobos masuk kamarku menjadikan wajahku panas.
Pulang. Satu-satunya cara mendapatkanmu. Demi bertanya pada orang-orang yang aku kasihi, apakah boleh aku datang pada orang tuamu?
***
Jika pulang menjadi caraku, maka siapkah kamu kudatangi?
Aku berulang kali menanyakan hal itu padamu. Kuakui jawabanmu menjadi penguat bagiku. Dari
qudin78.wordpress.com
jawabanmu yang terbata-bata saat kita bertemu terakhir kali kudapati rasa lain yang menggelora. Wajahmu yang memerah saat itu, sepasang matamu yang menunduk memandang tanah, seolah di sana ada sesuatu yang hendak kamu cari, semua itu bagai sihir yang menguatkanku, meyakinkanku bahwa jalanku kali ini adalah benar.
Dan sekarang aku telah menempuh delapan jam perjalanan dari kota pertemuan kita ke kampung halamanku. Lalu melanjutkannya ke rumah orang tuamu
Lalu ... bagaimana dengan kita nanti?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)