gambarkartun2.blogspot.com |
Di tempat ini, dalam kota yang menjadi
tempat aku dan orang-orang kampung lainnya menuntut ilmu. Ilmu menjadi alasan
utama kan? Sebenarnya alasannya hanyalah agar kita, penghuni kampung, dengan
mudah mendapat pekerjaan selepas dari kota ini.
Dulu aku tidak sempat berpikir kenapa
harus kota ini, kenapa bukan tempat lain yang lebih menjanjikan. Ke luar kota
misalkan, atau luar negeri. Jawaban mudah setelah pemikiran itu aku temukan,
biaya? Ah, itu bukan alasan. Aku selalu percaya jika ada jalan bagi yang mau
pun tidak mampu. Mau yang kumaksud pun bukan mau seperti ‘hanya mau’ yang aku
maksudkan adalah, mau berusaha, berjuang, berkorban, dan ... berdoa.
Aku? Saat itu masih menganggap hal-hal
itu sepela. Maka, di sinilah aku, kota tempat kita bertemu. Makassar.
Awal pertama bertemu pun sebenarnya
bukan dikatakan sebuah awal, yang sebenarnya aku pernah berjumpa denganmu.
Tepatnya tiga tahun yang lalu, saat kita masih duduk di bangku sekolahan. Saat
itu kamu adalah adik kelas yang sama sekali tidak aku kenal. Kamu pernah meminjam bukuku. Ucapmu agar
aku mengingat perihal kita memang saling mengenal. Oh, tentu. Aku ingat, gadis
itu ternyata dirimu, yang tertunduk dengan muka memerah. Semerah sampul buku
yang baru saja berpndah ke tanganku, novel karya penulis kesukaanku. Asma
Nadia. Kamu mengingatku dengan baik ternyata.
Tentang jarak dua meter tadi, itu
teramat jauh bagiku. Bukan perkara aku mulai serakah, atau memang iya? Anggaplah
aku serakah karena menganggap jarak dua meter itu terlampau jauh, karena yang
kuinginkan sebenarnya adalah, kita tidak berjarak hingga aku bisa menggenggam
tanganmu, menyentuh wajahmu, dan ...
www.downloadgambar.info |
Dan apa yang terjadi?
Kamu tidak ada di dalamnya. Di sana
kutemukan api yang membakar. Ya! Panasnya matahar dari balik jendela menerobos
masuk kamarku menjadikan wajahku panas.
Pulang. Satu-satunya cara mendapatkanmu.
Demi bertanya pada orang-orang yang aku kasihi, apakah boleh aku datang pada
orang tuamu?
***
Jika pulang menjadi caraku, maka siapkah
kamu kudatangi?
Aku berulang kali menanyakan hal itu
padamu. Kuakui jawabanmu menjadi penguat bagiku. Dari
jawabanmu yang
terbata-bata saat kita bertemu terakhir kali kudapati rasa lain yang
menggelora. Wajahmu yang memerah saat itu, sepasang matamu yang menunduk
memandang tanah, seolah di sana ada sesuatu yang hendak kamu cari, semua itu
bagai sihir yang menguatkanku, meyakinkanku bahwa jalanku kali ini adalah
benar.
qudin78.wordpress.com |
Dan sekarang aku telah menempuh delapan
jam perjalanan dari kota pertemuan kita ke kampung halamanku. Lalu
melanjutkannya ke rumah orang tuamu
Lalu ... bagaimana dengan kita nanti?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)