Sabtu, 09 Februari 2013

Lelah Yang Menyenangkan



Bilang apa ya? Huaaaa a a a a ... pengen teriak mana kedengaran kalau di dunia maya. Dalam dunia nyata? Yang benar saja ini bukan rumahku. Jadi jangan harap tuk membuat kegaduhan, dan lagi pula aku dikenal pemalu di rumah yang kutempati tinggal saat ini.
Tapi tetap saja pengen teriak sekeras-kerasnya, andai kata di kampungku pasti cari tempat untuk teriak tentunya mudah saja. Sebab di kiri, kanan, depan dan belakan tersedia pegunungan. Ngomong-ngomong aku belum nulis yah kenapa pagi ini memberikan efek ingin teriak padaku. Mmm ... kasih tahu ngga ya? Hehehe ...
Baiklah ... aku tak bisa berlama-lama menyimpan perasaan bahagia sendirian. TIDAK BISA! Gini nih kronologisnya, kita kembali ke jumat malam.
Semalam itu adalah pementasan seni tari di kampusku, dan aku beserta teman-teman sekelasku menjadi salah satu pesertanya dari sekian banyak peserta. Walhasil aku pulangnya setelah jam 23.35. jalanan sudah sepi, seperti sepinya semangatku yang telah terkuras habis untuk pementasan tari. Sampai di rumah pun setelah shalat langsung tidur. Benar-benar lelah.
 Pukul lima lewat beberapa menit aku harus kembali terbangun demi menjalankan aktifitas rumah, jemur cucian kemarin plus nyupir alias cuci piring.
Saat cuci piring itulah perasaan tak sabarku muncul ke permukaan. Bagaimana tidak, aku teringat bahwa hari ini hari sabtu. Sabtunya kenapa? Tentu saja karena tiap hari sabtu koran Fajar yang memuat halaman husus remaja juga akan menampilkan karya berupa puisi dan cerita mini. Aku tidak fokus pada cerita mininya, toh aku ngga pernah ngirim. Yang kutunggu adalah kolom yang memuat puisi.
Deg ...
Piring-piring telah bersih. Langkah kakiku tak menunggu detik berikutnya untuk berlari melewati pintu. Mata ngantukku (akibat pentas tari semalam) tertuju ke arah koran di meja yang terletak di depan rumah. ITU DIA. Kini giliran tanganku yang membuka halaman koran. Bukan dari depan tapi dari belakang. Mencari apa yang memang hendak aku ketahui.
Lalu ...
Lalu ...
WOW!!!
Mataku tertuju pada satu puisi yang ada di sana. SATU SAJA! Dan  foto itu, Bukankah tiu diriku?
Ya! Di sana terpampang jelas judul “KARENA AKU BERBEDA”  yang diakhiri dengan penulisan namaku beserta sebuah forto diriku.
“Kalau sudah dimuat sekali, maka jalannya akan terbuka. Makanya kalau sudah punya kursinya (sudah pernah dimuat) jangan berhenti buat ngirim.” Itulah kira-kira kalimat yang diucapkan seorang teman padaku. Kini aku berusaha untuk membuktikannya.
Lelah itu pun terbang. Walau kaki dan tanganku masih ngilu, namun searasa ada yang mengobatinya. Kepalaku yang tadinya berat pun ternyata masih berat juga ... ngantuk memang tak sepenuhnya pergi. Tapi jauh di lubuk hatiku terbesit syukur yang teramat dalam. Aku tak tahu ada honornya atau tidak, cukulah namaku sudah sedikit terukir di muka bumi ini. Nama penaku, Nahlatul Azhar si lebah bunga.
Berbeda bukan berarti aku pergi
Berbeda bukan berarti aku menyendiri
Berbeda bukan berarti aku tak damai
Dan berbeda bukan berarti aku mearasa sunyi

Namun berbeda memberiku memberiku kekuatan tuk terus bermimpi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah meninggalkan jejak :)