Bilang apa ya? Huaaaa a a a a ... pengen teriak mana
kedengaran kalau di dunia maya. Dalam dunia nyata? Yang benar saja ini bukan
rumahku. Jadi jangan harap tuk membuat kegaduhan, dan lagi pula aku dikenal
pemalu di rumah yang kutempati tinggal saat ini.
Tapi tetap saja pengen teriak sekeras-kerasnya,
andai kata di kampungku pasti cari tempat untuk teriak tentunya mudah saja. Sebab
di kiri, kanan, depan dan belakan tersedia pegunungan. Ngomong-ngomong aku
belum nulis yah kenapa pagi ini memberikan efek ingin teriak padaku. Mmm ...
kasih tahu ngga ya? Hehehe ...
Baiklah ... aku tak bisa berlama-lama menyimpan
perasaan bahagia sendirian. TIDAK BISA! Gini nih kronologisnya, kita kembali ke
jumat malam.
Semalam itu adalah pementasan seni tari di kampusku,
dan aku beserta teman-teman sekelasku menjadi salah satu pesertanya dari sekian
banyak peserta. Walhasil aku pulangnya setelah jam 23.35. jalanan sudah sepi,
seperti sepinya semangatku yang telah terkuras habis untuk pementasan tari. Sampai
di rumah pun setelah shalat langsung tidur. Benar-benar lelah.
Pukul lima
lewat beberapa menit aku harus kembali terbangun demi menjalankan aktifitas
rumah, jemur cucian kemarin plus nyupir alias cuci piring.
Saat cuci piring itulah perasaan tak sabarku muncul
ke permukaan. Bagaimana tidak, aku teringat bahwa hari ini hari sabtu. Sabtunya
kenapa? Tentu saja karena tiap hari sabtu koran Fajar yang memuat halaman husus
remaja juga akan menampilkan karya berupa puisi dan cerita mini. Aku tidak
fokus pada cerita mininya, toh aku ngga pernah ngirim. Yang kutunggu adalah
kolom yang memuat puisi.
Deg ...
Piring-piring telah bersih. Langkah kakiku tak
menunggu detik berikutnya untuk berlari melewati pintu. Mata ngantukku (akibat
pentas tari semalam) tertuju ke arah koran di meja yang terletak di depan
rumah. ITU DIA. Kini giliran tanganku yang membuka halaman koran. Bukan dari
depan tapi dari belakang. Mencari apa yang memang hendak aku ketahui.
Lalu ...
Lalu ...
WOW!!!
Ya! Di sana terpampang jelas judul “KARENA AKU
BERBEDA” yang diakhiri dengan penulisan
namaku beserta sebuah forto diriku.
“Kalau sudah dimuat sekali, maka jalannya akan
terbuka. Makanya kalau sudah punya kursinya (sudah pernah dimuat) jangan
berhenti buat ngirim.” Itulah kira-kira kalimat yang diucapkan seorang teman
padaku. Kini aku berusaha untuk membuktikannya.
Lelah itu pun terbang. Walau kaki dan tanganku masih
ngilu, namun searasa ada yang mengobatinya. Kepalaku yang tadinya berat pun
ternyata masih berat juga ... ngantuk memang tak sepenuhnya pergi. Tapi jauh di
lubuk hatiku terbesit syukur yang teramat dalam. Aku tak tahu ada honornya atau
tidak, cukulah namaku sudah sedikit terukir di muka bumi ini. Nama penaku,
Nahlatul Azhar si lebah bunga.
Berbeda bukan berarti aku pergi
Berbeda bukan berarti aku menyendiri
Berbeda bukan berarti aku tak damai
Dan berbeda bukan berarti aku mearasa sunyi
Namun berbeda memberiku memberiku kekuatan tuk terus
bermimpi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah meninggalkan jejak :)